Sejak dilantik menjadi oleh Presiden Jokowi
menjadi Kepala BNN RI pada tanggal 23 Desember 2020 lalu, Komjen Petrus Golose gencar
menyuarakan jargon “War on drugs”
atau perang terhadap narkoba. Aksi pertama yang dilakukannya adalah pemusnahan
73 kilogram sabu dan narkoba jenis lain yang berasal dari beragam kasus yang ditangani pada beberapa bulan
terakhir di tahun 2020. Semangat dari war on
drugs adalah bagaimana pada tahun 2021 ini kita melakukan perang
terhadap narkotika, melakukan unsur pencegahan-prevention yang mengedepankan soft approach dan smart approach (Kumparan,2021).
Berdasarkan slogan war on drugs,
bagaimana sepak terjang perang terhadap narkoba di Indonesia selama sejarah
Indonesia? Apa yang bisa kita pelajari dari sejarah masa lalu untuk kebaikan
hari ini dan masa depan?
Peraturan Narkoba di Zaman Kolonial Belanda
Peraturan tentang Narkoba di Indonesia telah ada
peraturannya sejak zaman colonial Belanda 100 tahun yang lalu. Pada saat itu Pemerintah Belanda membuat
Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada
tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536). Undang-undang ini diberlakukan
untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari
narkoba. Sebab pada saat itu Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan
daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai
bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak
tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi
ekspor. Maka dari itu perlu pembatasan agar penduduk tidak
menyalahgunakannya.
Meskipun sudah terdapat Undang-undang
(Verdovende Middelen Ordonantie), Hindia Belanda atau sebutan Indonesia pada
kala itu belum bersih pada penyalahgunaan narkoba. Banyaknya penduduk dari Cina
sebagai kelas menengah di Indonesia, dianggap konsumen dan memberikan devisa kepada
pemerintah melalui candu, Pemerintah Hindia Belanda memberikan izin pada tempat-tempat
tertentu (lokalisasi) untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan
berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu
dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang.
Penggunaan obat-obatan jenis opium atau candu ini sudah lama dikenal di
Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan
Belanda. Budaya candu dibawa dari daratan Cina ke Indonesia sejak Hongkong jatuh
ke tangan Inggris tahun 1841 akibat perang candu.Teler menjadi budaya populer
sebagian warga Cina pendatang kala itu.
sumber :phesolo.wordpress.com |
Peraturan Narkoba di Zaman Pendudukan Jepang
Setelah berganti kekuasaan sekitar tahun 1942-1945,
Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang
pemakaian candu (Brisbane Ordinance). Meskipun demikian, obat-obatan
sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan
kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.Bisa ditebak para pecandu saat itu pasti beralih
pada narkoba jenis sintetis seperti psikotropika yang
biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk
penyakit tertentu.
Sumber : dictio.id |
Peraturan Narkoba di Zaman Setelah Kemerdekaan (Orde Lama)
Setelah kemerdekaan, Pemerintah
Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi,
penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance)
dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State
Gaette No.419, 1949). Pada masa ini, karena negara baru terbentuk dan
dipusingkan dengan agresi militer Belanda hingga dua kali dan pemberontakan
dimana-mana, Undang-Undang tentang Narkoba tidak ada perubahan berarti hingga
nanti tahun 1970.
Sumber : https://slideplayer.info/ |
Peraturan Narkoba di Zaman Orde Baru
Setelah berakhirnya perang dunia
kedua 1945, ternyata perang belum berakhir. Pada tahun 1970 bersamaan dengan perang Vietnam, narkoba
di Indonesia dan seluruh dunia sedang berjaya dan menyasar korban anak-anak
mudanya terutama di Amerika Serikat. Mungkin ini seruan agar Amerika segera
mengakhiri invasinya di Vietnam untuk kembali ke negaranya dan mengurusi perang yang lebih
penting yaitu perang terhadap narkoba. Arogansi Amerika akhirnya harus segera
diakhiri dengan kekalahan telak terhadap
negara Vietnam ini.
Ternyata dampak buruk narkoba
terhadap pemuda tidak hanya menjadi masalah Amerika, namun menjalar keseulurh
pelosok dunia termasuk Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan. Mungkin ini
awal globalisasi, walau teknologi belum canggih sepertinya para kartel dan bandar tidak mau menyia-nyiakan pangsa pasar internasional.
Menyadari hal tersebut maka Presiden
mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang
terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang
mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap
berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang,
penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan
pengawasan terhadap orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan
perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika
warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian
mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang
tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap
(illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi
korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter
dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.
Dengan semakin merebaknya kasus
penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi.
Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika
nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan
pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat
berupa hukuman mati.
Peraturan Narkoba di Zaman Reformasi
Tahun 1998 menjadi tahun yang berat bagi seluruh dunia karena dilanda krisis ekonomi yang dahsyat. Krisis ini pula menjadi pemicu semakin mengguritanya bisnis narkoba dan penyaalhgunaannya. Setelah lengsernya Presiden Suharto otomatis mengakhiri periode orde baru dan diganti periode reformasi. Pada zaman reformasi inilah penindakan terhadap narkoba sudah semakin tegas.
Pada tahun 1999, Pemerintah
(Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional
(BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan
Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah
terkait. Berdasarkan pada dua peraturan yaitu Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika. BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai
personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan
dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga
tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.
BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk
menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN
diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga
forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah
dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan
instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional
penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional
penanggulangan narkoba.
Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari
APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan
kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur
kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat
koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja
optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus
meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini
segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan
Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan
Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan
mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang
masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Wali kota,
dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan
struktural-vertikal dengan BNN.
Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat
dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah
merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan
Undang-Undang yang terbaru dan yang terakhir dalam perang terhadap narkoba yang juga terus mengalami revisi seiring dengan perkembangan zaman.
Dalam Undang-Undang ini juga diatur BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Yang diperjuangkan
BNN saat ini adalah cara untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba,
karena disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah
digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk
menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for
Politic).
Sejak terbentuknya pemerintahan modern di Indonesia, perang terhadap narkoba belum
selesai hingga saat ini. Pilihannya tergantung kita sebagai masyarakat
Indonesia. Apakah akan menganggapnya masalah besar sehingga perlu ketahanan
diri yang kuat? Atau sepele seperti kejahatan kriminal biasa? Yang jelas masa
depan Indonesia dipertaruhkan pada seberapa kuat kita mampu menghindar dari
penyalahgunaan dan peredaran narkoba yang akan melumpuhkan dan menyia-nyiakan hidup generasi
muda Indonesia. War on Drugs! (NK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar