Jika sebelumnya saya lebih sering menulis artikel untuk orang yang mampu dalam rangka mengeluarkan hartanya bagi sesama, kali ini saya ingin menulis untuk saudara-saudara kita yang miskin. Tujuannya agar tidak putus asa mengambil jalan meyimpang seperti dagang narkoba, melacur, atau bahkan bunuh diri. Meskipun pemerintah telah banyak memberikan bantuan sosial, pasti diantara jutaan penduduk ada yang terlewatkan. Terlebih dengan ditemukannya kasus korupsi alias banyak disunat sehingga bisa jadi bagi sebagian orang tidak memenuhi kebutuhan. Kesulitan ekonomi ini Nampak dari pemberitaan kejadian bunuh diri seorang ibu muda dengan sebelumnya meracuni ketiga anaknya hingga tewas. Meskipun disinyalir punya masalah kesehatan mental sebelumnya (Detiknews, November 2020)
Vaksin mungkin memberi optimisme namun tidak menyelesaikan masalah dalam waktu singkat. Terutama masalah yang sudah ada sejak sebelum ada covid. Sebelum vaksin teruji efektif untuk semua lapisan masyarakat, tetap masyarakat perlu waspada melindungi diri secara optimal. Karena datanya kecenderungan covid masih naik, pemakaman diperluas karena tingginya kematian, dan pemerintah logis tak akan PSSB total seperti sebelumnya. Sisi positif dengan pernah adanya PSBB total sebaiknya dijadikan momen upgrade diri sekaligus training melindungi dan peduli pada diri sendiri.
Belajar dari perisitiwa covid 2020 ini, faktanya juga sejak pandemi covid membuat angka perceraian meningkat (detiknews, November 2020) karena istri tidak puas dengan nafkah lahir / ekonomi yang tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga. Demikian pula kasus KDRT (Kompas, Juni 2020) atau kasus lain yang tidak kelihatan dipermukaan seperti LGBT (detiknews, September 2020) dan pelacuran terutama pada anak di bawah umur (Suara, November 2020). Hal ini juga berlaku untuk peredaran narkoba secara illegal (Tribunnews, Juni 2020) yang meningkat. Lalu bagaimana jika kita adalah orang miskin namun tak ingin terjerat dalam lubang kemaksiatan yang membawa kita ke neraka?
Pernah ga ada orang miskin yang bertanya demikian? Karena pada umumnya orang yang melakukan penyimpangan memberikan pembenaran argumen dari penderitaanya. Meski banyak juga yang masih mendengar hati nuraninya sehingga karena urusan perut maka mereka melakukan maksiat dengan dalih terpaksa. Menjadi rakyat kecil kadang sudah memiliki mental block bahwa tidak ada tempat mengadu atas penderitaanya dan tak ada siapapun yang menolong. Padahal, sebenarnya bantuan itu banyak, baik dari pemerintah, lembaga keagamaan, LSM bahkan masyarakat biasa yang dermawan.
Saya akan memberi contoh kasus salah satu teman saya yang beberapa minggu lalu mendapat musibah kekerasan dari mantan pacarnya. Tidak saya sarankan langsung lapor ke kantor polisi, melainkan ke lembaga perlindungan perempuan di daerah setempatnya agar mendapat pendampingan. Hal ini juga berlaku bagi orang yang kelaparan bisa menghubungi dinas sosial, badan amal-zakat baik, perangkat desa, dan sebagainya. Bilamana bansos yang sebelumnya tidak dapat dijangkau karena tidak tercatat sebagai miskin yang disantuni. Padahal miskin bisa mendadaak terutama bila usaha langsung bangkrut.
Ketidaktahuan-ketidaktahuan seperti ini yang kadang membuat saya prihatin hilangnya nyawanya manusia secara sia-sia. Masih mending Khusnul Khotimah, kalau dia mati dalam keadaan maksiat kan sudah sengsara di dunia masih menderita di akhirat. Seperti kisah-kisah ABG-ABG wanita yang melahirkan sendiri / mengaborsi dan membuang bayinya adalah karena dia merasa tidak aman dengan akibat dosa sendiri dan judgment dari masyarakat. Tidak jarang mereka meregang nyawa juga dalam usaha tersebut. Sedangkan laki-lakinya tidak bertanggung jawab, hal ini dikarenakan kematangan seksual mendahului kematangan intelektual. Tanpa didasari kecerdasan spiritual dan emosional apalagi kemampuan material.
Di zaman yang penuh fitnah dan cobaan terutama dari media yang bisa diakses kapanpun oleh siapapun dan ke/dimanapun. Masyarakat perlu melakukan usaha tak hanya preventif, melainkan juga kuratif. Seperti di Amerika yang menyediakan lembaga sosial bagi wanita muda yang “dibuang” oleh lingkungan karena aibnya. Contoh kasus ibu Justin Bieber yang ditampung oleh rumah singgah bagi wanita hamil diluar nikah tanpa tanggung jawab laki-lakinya. Dengan adanya lembaga yang menampung wanita-wanita muda hamil diluar nikah secara sememntara ini, punya efek positif yaitu mereka punya tempat bernaung minimal sampai diterima keluarga/ masyarakatnya. Atau paling tidak hingga melahirkan anaknya dan bekerja dengan cara yang lebih bersahaja seperti ART dan sebagainya. Hal ini juga untuk mencegah usaha bunuh diri sekaligus mengantisipasi tumbuh pesatnya dunia prostitusi dari wanita-wanita putus asa seperti ini. Mengapa saya menyarankan hal ini? karena datanya hubungan seksual diluar nikah di Indonesia cukup tinggi (Liputan6,Juli 2019), yang kemudian bila tanpa pengaman (alat kontrasepsi), perempuan adalah pihak yang paling dirugikan. Mungkin sudah ada rumah penampungan sosial bagi mereka, tapi bisa jadi belum tersosialisasikan dan terjangkau oleh mereka yang rentan.
Akhir kata, setiap manusia bisa melakukan kesalahan, namun jangan jadikan itu sebagai alasan pembenaran untuk berbuat penyimpangan bahkan kejahatan lebih jauh lagi. Dan yang perlu dipahami oleh masyarakat, bukan himbauan untuk mengizinkan apalagi memaklumi (karena gimanapun kemaksiatan sumber bencana alam), melainkan memaafkan dan memberi kesempatan untuk bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.
Wallahu a’lam Bisshowab
https://news.detik.com/berita/d-5266413/menag-angka-perceraian-meningkat-selama-covid-19
https://nasional.kompas.com/read/2020/06/03/21392401/komnas-perempuan-kdrt-meningkat-selama-pandemi-covid-19-mayoritas-korban?page=all
https://jakarta.suara.com/read/2020/11/18/105104/prostitusi-anak-marak-saat-corona-rata-rata-dijual-mucikari-lewat-online
https://www.tribunnews.com/nasional/2020/06/13/transaksi-narkoba-via-online-meningkat-selama-pandemi-covid-19-paling-banyak-gorila-dan-sabu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar