Jumlah
penduduk Indonesia saat ini yaitu pada tahun 2020 berada di kisaran 271 juta jiwa. Berdasarkan
data Globalreligiusfuture, penduduk
Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa
atau sekitar 87% dari total populasi. Pada 2020, penduduk muslim Indonesia telah diperkirakan mencapai 229,62
juta jiwa. Hal ini secara otomatis
membuat Indonesia menjadi negara muslim terbesar dunia. Bagaimana kontribusi Indonesia bagi
muslim dunia adalah memberi teladan sebagai negara yang masih mampu menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa terutama bila dikaitkan dengan toleransi?
Pada Pemilu
tahun 2019, rakyat Indonesia sempat terpecah menjadi dua kubu yaitu kubu
pendukung pilpres 1 yang populer dengan sebutan Cebong dan pilpres 2 dengan
sebutan Kampret. Tak hanya itu, bahkan keyakinan sempat dilibatkan dalam
politik dengan terbagi menjadi kubu Islam Nasionalis dan Islam lurus bahkan
radikal. Tapi sebutan-sebutan ini memberi keuntungan terhadap bangsa? Faktanya,
Indonesia hampir terbelah dengan fanatismenya masing-masing yang dampaknya
sangat tampak didunia maya/ internet terutama media sosial dimana netizen
saling mencela satu sama lain.
Toleransi antar umat beragama |
Hilangkan Perpecahan
Antar Saudara Seiman Maupun Tak Seiman
Keterpecahan
umat Islam ini salah satunya dilatarbelakangi oleh fanatisme pada salah satu
sumber Hadist yang berisi:
"Orang-orang Yahudi bergolong-golong terpecah menjadi 71
atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong-golong menjadi 71 atau 72 golongan,
dan umatku (kaum muslimin) akan bergolong-golong menjadi 73 golongan. Yang
selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka.
Kemudian ditanyakan, "Siapakah yang selamat itu?"
Rasulullah saw menjawab, "Merekalah Ahlusunnah wal
Jama’ah."
Dan kemudian ditanyakan lagi, "Apakah Ahlusunnah wal
jama’ah itu?"
Beliau menjawab, "Apa yang aku berada di atasnya, hari
ini, dan beserta para sahabatku (diajarkan oleh Rasulullah saw dan diamalkan
beserta para sahabat)." (HR. Imam Thabrani)
Hadist ini pula yang kemudian hari menjadi acuan bagi
tumbuhnya faham radikalisme muslim baik di Indonesia maupun dunia karena merasa dirinya dan golongannya adalah yang paling Ahlusunnah wa jama’ah dan parahnya merasa paling benar termasuk melakukan aksi
terorisme seperti pembunuhan. Padahal meskipun hadist ini benar, namun tidak
boleh dipahami secara parsial atau sebagian tanpa melihat konteks penerapan bahkan sumber yang lebih
tinggi yaitu Alquran surat Al-Baqarah ayat 256
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Selain
ayat tersebut diatas, bentuk toleransi antar agama yang lebih gamblang terdapat
pada surat Al-Kafirun ayat 1-6 yaitu
“Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.dan kamu
bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa
yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan
untukku agamaku.”
Jika
seluruh umat muslim Indonesia berorientasi cukup pada 2 ayat surat Quran diatas (meskipun masih banyak lagi yang serupa), maka
keyakinan beragama seharusnya bukan menjadi masalah. Kita tidak perlu memaksa
atau merayu nonmuslim menjadi mualaf bila tanpa kesediaan hatinya. Kitapun tak
perlu meniru non muslim baik budaya maupun cara beribadah mereka. Namun yang
pasti, kita perlu saling menghargai keyakinan masing-masing tanpa harus ada
yang berkorban maupun dikorbankan.
Belajar Dari Sejarah Untuk Menghargai Persatuan
dan Kesatuan
Hal yang sebenarnya menjadi Pe-eR
masyarakat Indonesia adalah bukan toleransi pada antar umat beragama, mengingat
komposisi non muslim di Indonesia kurang 20%. Masalah toleransi agama yang kita
hadapi adalah aliran-aliran Islam itu sendiri di Indonesia. Hampir sama dengan
masalah di negeri Arab, dimana satu agama, satu suku, satu bahasa, namun
terpaksa terpisah dengan keyakinannya masing-masing. Bisa kita lihat bagaimana
karena fanatisme aliran agama malah menyengsarakan rakyat seperti yang terjadi
Suriah dan Afganistan dan negara konflik lainnya tak terkecuali Palestina yang
dari tahun ke tahun sengsara oleh Israel. Meskipun agak berbeda konteks karena
Zionis adalah diluar Islam.
Bangsa Arab punya sejarah dengan
kelebihan dan kekurangannya, bangsa Indonesiapun sama. Bila Arab pernah
mencapai kejayaannya pada zaman khilafah, namun runtuh oleh dominasi barat pada
abad 19. Demikian halnya bangsa Indonesia pernah jaya dibawah panji kerajaan
Islam. Namun harus bertekuk lulut oleh VOC Belanda setelah Nusantara terpecah
menjadi kerajaan kecil-kecil dan penjajah mulai pandai menguasai sumber daya
alam.
Keruntuhan
kedua bangsa ini menurut pemetaan penulis terdapat 3 hal utama yaitu sifat
dasar buruk manusia. Keserakahan, Pengkhianatan, dan Egoisme. Masa kejayaan
Arab terakhir adalah pada masa kesultanan Turki Usmani Ottoman dimana wilayah
kekuasaannya Eropa, Asia, dan Afrika. Dengan semakin lemah suatu pemerintah
maka akan selalu ada yang memberontak dan melepaskan diri. Turki Usmani bubar
pada tahun 1923, sebelumnya telah dirongrong oleh Inggris hingga Turki Usmani
kehilangan banyak wilayah termasuk
semenanjung arab yang kini bernama Saudi Arabia pada tahun 1932. Dimana pendahulunya
merupakan Ibnu Saud yang berkhianat terhadap Turki dengan bekerjasama terhadap
Inggris untuk memerdekakan diri. Ibnu Saud pula yang
terlalu pro Barat dan menyetujui berdirinya Israel di Palestina.
Bagaimana dengan Indonesia? Sehingga bisa dijajah ratusan
lamanya oleh VOC? Hampir sama! Indonesiapun juga demikian ketika masih dalam
masa kerajaan Banten dimana VOC singgah pertama kali di Indonesia. Karena iri
pada saudaranya Pangeran
Arya Purbaya, Sultan Haji kemudian bersekongkol dengan VOC untuk merebut tahta
kekuasaan Banten.Persekongkolan ini dilakukan oleh Sultan Haji setelah Sultan
Ageng Tirtayasa lebih banyak tinggal di keraton Tirtayasa. Dengan bantuan
pasukan VOC, pada tahun 1681 Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan
berhasil menguasai istana Surosowan. Istama Surosowan tidak hanya berfungsi
sebagai tempat kedudukan Sultan Haji, tetapi juga sebagai simbol telah
tertanamnya kekuasaan VOC atas Banten bahkan seluruh Indonesia hingga ratusan
tahun kemudian sampai dikumandangkan Proklamasi oleh Sukarno-Hatta.
Kunci
Toleransi : Menghilangkan Egoisme dan Fanatisme
Sejarah
akan terus berulang, jika tidak mau belajar dan mengaplikasikannya untuk
kebaikan masa depan. Belum jauh dari generasi kita bagaimana orde lama
digulingkan oleh orde baru dengan bantuan asing juga.Presiden Sukarno yang
digulingkan oleh Suharto menjadi Presiden dengan bantuan CIA Amerika asalkan
Gunung Emas Papua menjadi milik Amerika dan Indonesia berubah menjadi negara
liberal awalnya sangat anti Barat menjadi pro Barat. Peta perpolitikan berubah
sejak Reformasi tahun 1998 atau 22 tahun yang lalu. Indonesia berusaha mencari
jati dirinya hingga kini. Masalah demi masalah melanda. Namun disinilah
integritas pemimpin dan rakyatnya diuji. Apakah mampu menghilangkan rasa egois
yaitu keserakahan sehingga harus mengkhianati bangsa sendiri? Dan rakyat apakah
mampu percaya dan setia pada pemimpin-pemimpinnya sehingga tidak selalu
menabrakkan kebijakan publik dengan kepentingan politik apalagi keyakinan agama
yang bersifat fanatik.
Anti toleran selama ini karena faktor kecurigaan satu sama lain dan fanatisme berlebihan. Maka toleransi antar anak bangsa tidak cukup mencakup satu dimensi agama saja, namun terdapat moral dan integritas disana. Semakin jujur dan percaya hubungan yang dapat dibangun antar personal, semakin tinggi pula toleransi terhadap kebijakan, keadaan, kerjasama untuk mencapai persatuan. Pemimpin-pemimpin yang adil yang tidak memperturutkan egonya untuk kepentingan pribadi maupun golongan menurut penulis adalah sumber teladan toleransi bagi rakyat yang mendambakan kemakmuran dan kedamaian. Indonesia yang saling menjaga untuk terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam keberagaman.
Wallahua'lam Bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar