Energi sumber daya alam merupakan
modal bagi kemajuan bangsa Indonesia. Pengelolaan energyisumber daya alam yang
optimal dapat memaksimalkan potensi sumber daya manusia. Contohnya sumber daya
energy listrik yang merupakan sumber penerangan, dengan listrik anak-anak
Indonesia dapat belajar dimalam hari karena memanfaatkan lampu penerangan.
hingga April 2020, rasio elektrifikasi nasional mencapai 98,93 persen.
Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi sentuh 99,99 persen di akhir
tahun ini. Meski elektrifikasi secara nasional nyaris 100% , namun negara
masih memiliki PR untuk kemerataan energy di Indonesia. Seperti apakah gambaran energi listrik dan internet di Indonesia dan masalah yang sedang dihadapi?
Sumber : https://www.theweek.in/news/biz-tech/2020/02/01/ budget-allocates-rs-22000-crore-for-power-renewable-energy-sector.html |
Indonesia
digadang-gadang menjadi negara maju pada usia kemerdekaannya 100 tahun yaitu
tahun 2045. Hal ini berdasarkan proyeksi bahwa akan terjadi bonus demografi
atau tingginya jumlah manusia- manusia usia produktif pada periode tahun
tersebut. Hal ini masih prediksi, artinya bisa berhasil namun juga bisa saja
gagal. Tergantung bagaimana negara mempersiapkan peluang tersebut. Karena tidak
akan berarti apa-apa tingginya jumlah manusia-manusia muda tapi hanya menjadi
beban negara seperti pengangguran, kurangnya kemandirian, rendahnya kualitas
intelektual, kemiskinan, dan minimnya keterampilan dan penguasaan teknologi.
Tentu saja jaringan pengaman sosial tidak bisa diterapkan terus menerus melalui
modal pinjaman asing, yang ada dalam kurun waktu tertentu Indonesia dapat
dijajah kembali jika masih dihadapkan pada SDM-SDM yang rendah seperti ini.
Kemerataan
energi internet perlu menjadi target berikutnya setelah elektrifikasi nasional.
Selain karena akibat dari pandemi covid-19 yang memaksa para pelajar harus
menjalani belajar mengajar jarak jauh, dengan mudahnya akses informasi dunia
luar dapat menjadi pendamping pendidik untuk menumbuhkan inisiatif dari
informasi yang ditemukan dari dunia maya. Meskipun tidak selalu berdampak
positif, pengelolaan internet yang bijaksana dapat memunculkan jawara-jawara
anak muda yang dapat berkontribusi untuk negara melalui inisiasinya. Contoh
riil adalah menteri Nadiem Makarim yang melalui inovasi Gojeknya mampu
menciptakan banyak lapangan kerja dan mendatangkan investor besar sehingga
perusahaan yang diinisiasinya kini menjadi unicorn kelas dunia. Tidak menutup
kemungkinan akan muncul Nadiem-Nadiem yang lain saat negara mengakomodasi
kebutuhan-kebutuhan berkembang kaum mudanya.
Masalah Energi yang Dihadapi Indonesia
Perlu
waktu setidaknya 75 tahun bagi Indonesia untuk mewujudkan listrik yang merata
di Indonesia. Mungkin juga akan perlu waktu yang lama untuk mewujudkan
kemerataan internet di seluruh Indonesia bila masih menggunakan cara yang sama.
Itu sebabnya cara baru dan berbeda harus ditempuh untuk meningkatkan efisiensi
energi. Terlebih hingga kini perusahaan penyedia energi masih terus merugi dan
perlu disubsidi. Maka perlu diurai apa masalah energi yang sedang kita hadapi.
Sumber : https://www.dena.de/newsroom/veranstaltungen/ a-global-perspective-on-electricity-ancillary-services/?type=90 |
Sampai saat ini, kontribusi produksi
listrik dari Pembangkit Batubara masih terlalu besar, yakni sebesar 61% meningkat
dari tahun 2018 yang sebelumnya 48% dari total produksi listrik nasional. Meski
demikian, PLN mengklaim berkomitmen akan mengurangi konsumsi BBM untuk
pembangkit dan menggantinya dengan biofuel. Porsi pembangkit linstrik yang
sebelumnya juga menggunakan BBM, kini tinggal tersisa 4.3% dibanding
tahun-tahun sebelumnya . Sementara itu, sektor Energi Baru
Terbarukan (EBT) pada tahun 2019 masih sekitar 12%
berasal dari pembangkit listrik terbarukan sebesar 6.370 MW yang terdiri atas
PLTS, PLTA, PLTMH, PLTBio, dan PLTP.(Zuhri, 2018; Banjarnahor, 2019)
Dengan
peningkatan prosentase tersebut menunjukkan bahwa PLTU masih jadi andalan elektrifikasi
nasional. Meskipun sektor Energi Baru
Terbarukan (EBT) telah digarap, namun belum terlalu optimal. hingga saat ini
total pemanfaatan energi terbarukan hanya 2.3% dari potensi yang ada menurun drastis dari tahun sebelumnya.
Padahal, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan hingga 442 gigawatt (GW),
atau sekitar tujuh kali lipat dari kapasitas listrik yang telah terpasang di
Indonesia. Menurut paparan Adila Isfandiari, peneliti Iklim dan Energi
Greenpeace Indonesia, Pemerintah Indonesia menggunakan skema "take or
pay" dalam Perjanjian Jual Beli Listrik. Jadi, hingga saat ini listrik di
Indonesia disediakan oleh pihak swasta. Padahal nilai investasi energi surya per
megawatt (MW) pada 2021 akan lebih murah dibanding investasi pembangunan PLTU
baru. Tidak hanya itu, pada 2030 nanti, membangun pembangkit listrik tenaga
surya akan lebih murah daripada mengoperasikan PLTU yang sudah ada. (Kompas,
2020).
Indonesia
perlu belajar dari Vietnam, pemanfaatan energi terbarukan berhasil dicapai oleh
negara ini. Dalam dua tahun terakhir, Vietnam berhasil meningkatkan energi dari
134 MW menjadi 5.5 GW dengan memanfaatkan tenaga surya. Angka ini mencakup 44
persen dari total energi yang dimiliki Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia, pemanfaatan tenaga surya dan
angin masih sangat minim. Padahal, beberapa wilayah di Indonesia memiliki
potensi energi angin yang cukup besar. Khususnya di bagian selatan Sumatra dan
beberapa wilayah di Pulau Jawa. Pemerintah
harus segera melakukan transisi energi, karena banyak kerugian yang akan
didapat jika kita terus bergantung pada PLTU batubara. Jika tidak demikian
kerugian PLN akan terus menggerus APBN yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk
hal yang kain seperti pemerataan internet di seluruh penjuru Indonesia.
Empati Energi Masyarakat Urban
Energi kebaikan tidak cukup datang pemerintah saja, melainkan juga masyarakat urban yang dari bayi terbiasa dimanja dengan pasokan listrik tanpa batas. Masyarakat urban dalam hal ini adalah masyarakat yang tinggal di pulau Jawa, Sumatra, dan Bali dengan lebih spesifiknya yang hidup dikota besar atau ibu kota setempat. Keterbiasaan mendapat fasilitas lengkap mengurangi rasa empati bagi beberapa saudara di beberapa belahan Indonesia. Kita sebagai masyarakat urban sering kali tidak menyadari bahwa masih ada energi listrik yang terpakai dari alat-alat elektronik yang dibiarkan dalam keadaan standby dan tidak digunakan (vampir listrik).
Sumber : https://gaya.tempo.co/read/607750/taati-aturan-silakan-nikmati-clubbing-di-sini |
Banyak energi listrik terbuang karena
penggunaan yang tidak bijak. Sebagai gambaran, data dari Biro Hukum dan Humas
Kementerian ESDM dan Tim Komuninasi Pemerintah Kemkominfo menyebutkan
bahwa notebook yang dibiarkan dalam keadaan standby masih mengkonsumsi 50 watt
listrik. Begitu pula dengan pemutar DVD yang mengkonsumsi 10.58 watt, oven
sebesar 4.9 watt, layar komputer sebesar 3.5 watt, printer sebesar 4 watt, alat
fax sebesar 8.71 watt serta charger telepon genggam sebesar 1 watt. Rata-rata kita membiarkan 83 watt listrik terbuang per jam nya. 83
watt tersebut bisa digunakan untuk menyalakan 11 lampu LED selama 1 jam.
Bayangkan dampak positif nya jika lampu LED ini dinyalakan di daerah terpencil
di Indonesia. Manfaat baik listrik harus terus kita tingkatkan, agar Negara kita
Indonesia bisa mewujudkan kemandirian energi.
Kemandirian Energi Cikal Bakal Kemandirian
Bangsa
Sumber : https://www.jawapos.com/photo/ceria-bermain-bendera/ |
Sejak
merdeka sampai hari ini Indonesia dapat dikatakan belum mandiri. Dari sisi produksi teknologi misalnya, pencapaian tertinggi adalah pembuatan pesawat N250 karya
mantan Presiden BJ Habibie. Sebelum mampu diproduksi massal tahun 1998 terpaksa
harus mengubur harapan karena anggaran harus terserap untuk mengatasi krisis
ekonomi. Tak hanya itu, kegagalan mobil Timor dan Esemka memperpanjang daftar
kegagalan Indonesia untuk mandiri dalam bidang teknologi transportasi massal.
Selain dalam bidang teknologi yang rata-rata harus impor, dari sisi manufaktur 70% bahan baku juga belum mampu menyediakan sendiri karena harus
impor dari luar negeri. Demikian pula dari sisi investasi, prosentase terbesar juga masih bergantung investasi asing. Jika hal ini tidak dilihat sebagai masalah, maka masalah pengangguran dan kriminal akan sulit ditekan.
Meskipun
kemandirian bangsa dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun kemandirian energi bisa
dikatakan salah satu faktor utama. Selama ini energi listrik Indonesia dapat dikatakan
tidak stabil untuk beberapa daerah terpencil yaitu lebih sering pemadaman
mendadak, tidak sama dengan masyarakat urban. Energi listrik juga dapat
dikatakan mahal baik dari pengelolaannya maupun sampai pada rumah konsumen. Hal
ini tentu tidak bisa dibiarkan lama tanpa perubahan. Karena bagaimanapun
ketersediaan energi yang murah adalah prasyarat untuk meningkatkan segala
bidang kehidupan. Misalnya bidang kehidupan yang vital yaitu kesehatan,
pendidikan, dan ekonomi.
Kemandirian energi dapat terwujud
bilamana terdapat sinergi diberbagai elemen negara baik pemerintah, swasta,
ilmuwan, media, masyarakat desa dan kota, LSM, investor dan sebagainya. Semua
elemen atau stake holder yang terlibat harus berorientasi memikirkan negara
atau berperan sebagai negarawan tanpa
mementingkan kepentingan pribadi maupun golongan tertentu. Oleh sebab itu,
perlu energi kebaikan sejati diluar niat keuntungan materi agar dapat
meningkatkan derajat tak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bangsa dan
negeri.
Indonesia harus dilatih mandiri dan tidak manja termasuk pada pasokan energi. Belajar menghematnya, belajar
meperbaruinya agar tercipta efisiensi. Kepekaan terhadap saudara yang lebih
membutuhkan juga berkontribusi besar dalam mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi dan membendung urbanisasi yang selama ini selalu meningkat. Dengan terwujudnya kemandirian energi dipelosok
negeri, dan murahnya energi untuk diakses semua elemen bangsa ini, maka energi yang lebih besar dari masing-masing insan Indonesia yaitu kekuatan niat mengmbangkan diri mampu diakomodir dengan
terciptanya pembangunan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi secara murah, merata, dan menyeluruh.
Dengan energi kebaikan dari hati, kita wujudkan Indonesia yang lebih baik.
Referensi :
Akhmad Ali, 2020. Semester I 2020, PLN: Rasio
Elektrifikasi Nasional Capai 99,09 Persen https://bisnis.tempo.co/read/1376781/semester-i-2020-pln-rasio-elektrifikasi-nasional-capai- 9909-persen
/ Diakses pada 17 Agustus 2020
Biro Hukum dan Humas Kementerian ESDM dan Tim
Komunikasi Pemerintah Kemkominfo, 2016.
Listrik Baik untuk Indonesia Mandiri
Energi. https://www.esdm.go.id/id/media- center/arsip-berita/listrik-baik-untuk-indonesia-mandiri-energi
/ Diakses pada 28 Agustus 2020
Banjarnahor Donald, 2019. Dari
58 Ribu MW, 61% Pembangkit Listrik RI Masih Batu Bara.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190923114710-4-101382/dari-58-ribu-mw-61-
pembangkit-listrik-ri-masih-batu-bara
/ Diakses pada 20 Agustus 2020
Zuhri Saepudin, 2018. Inilah
Kondisi Kelistrikan di Indonesia Saat Ini. https://ekonomi.bisnis.com/read/20180130/44/731989/inilah-kondisi-kelistrikan-di- indonesia- saat-ini- / Diakses pada 27
Agustus 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar