Kita, generasi yang lahir
setelah Indonesia merdeka, yang datang setelah Indonesia berrevolusi, yang
sempat menjadi saksi reformasi. Kita
adalah generasi yang beruntung, tidak harus turut berperang membela negeri,
tidak harus angkat senjata untuk tidur nyenyak dimalam hari dan bekerja tenang
disiang hari. Kita adalah sebuah generasi dipersimpangan zaman globalisasi,
yang akrab dengan teknologi. Karena kini
kita hidup dizaman yang menjunjung tinggi HAM, menghargai SARA, dan mencintai
perdamaian. Namun, tak berarti semua kenyamanan ini membolehkan kita berleha-leha
dengan keadaan. Kita datang untuk sebuah alasan, kita lihat untuk proses, kita
menang tanpa menghinakan, itulah kita. Untuk kita tahu, kita semua adalah
generasi pemimpin masa depan.
Terinspirasi dari
kalimat terkenal Veni, Vidi, Vici yang dilontarkan
oleh Julius
Caesar, yang menjabat jenderal dan konsul Romawi pada tahun 47 SM. Kalimat ini menggambarkan kemenangannya
atas musuh-musuhnya dalam pertempuran. Kalimat yang berarti Saya datang, saya melihat, saya
menang mengandung arti
kemenangan mudah dan mutlak. Pada perkembangannya kalimat ini sering salah
kaprah ditulis sebagai Vini,
Vidi, Vici. Namun semangat yang terkandung mampu membangun tekad bulat,
Bahkan Napoleon Bonaparte Jenderal Perancis yang terkenal menaklukkan Eropa
juga sering menggaungkan slogan ini untuk menghidupkan semangat pasukannya
dimedan pertempuran. untuk itu ada baiknya kita mengadaptasi pemikirannya dalam
mewujudkan pemimpin masa depan. Apa bekal yang sebaiknya kita miliki untuk
menjadi pemimpin masa depan sesuai harapan?
Veni, Vidi, Vici (sumber: lihat disini) |
Kita datang atau
lahir diatas muka bumi tentulah bukan tanpa alasan atau sekadar ketidak-sengajaan
semata. Mengutip kata mutiara yang diucapkan Oprah Winfrey, Ratu Media Amerika
“Saya percaya segala sesuatu yang terjadi karena
suatu alasan, bahkan ketika kita tidak cukup bijak untuk melihatnya.” Segala
sesuatu datang dan ada didunia memiliki alasan termasuk eksistensi diri.
Disinilah pentingnya pertama-tama kita perlu menemukan jati diri atas siapa
diri kita sebenarnya. Dan yang patut dipahami setiap insan bahwa jati diri kita
semua pada dasarnya adalah pemimpin, pemimpin bagi diri kita sendiri. Pemimpin
tak berarti selalu harus memiliki banyak pengikut. Menjadi pemimpin bisa
berarti memiliki kendali atas setiap pemikiran dan tindakan yang kita lakukan.
Termasuk menyadari dan mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga bisa
menjadi pemimpin yang patut untuk diteladani.
a.
Mengenali
Kecerdasan Diri Sendiri
Sebelum
memimpin orang lain, perhatikan bagaimana cara kita memimpin diri pribadi diri
kita. oleh karena itu pentingnya menyadari kecerdasan apa yang perlu kita
miliki dan kita kembangkan. Kita memiliki perpaduan unik dari kecerdasan yang menurut ilmuwan Howard
Gardner disebut kecerdasan majemuk (multiple inteligence). Berikut ini berbagai
macam kecerdasan menurut Howard Gardner:
1 . Naturalist Intelligence ( Kecerdasan Alam)
Merujuk kemampuan manusia untuk membedakan antara makhluk hidup ( tanaman,
hewan ) serta kepekaan terhadap fitur lain dari dunia alam. Kemampuan ini jelas
dari nilai di masa lalu evolusi kita dalam membedakan profesi sebagai pemburu ,
pengumpul , dan petani , botani atau koki .
2 . Musical Intelligence ( Kecerdasan Musikal )
Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk membedakan pitch, ritme , timbre
, dan nada . Kecerdasan ini memungkinkan kita untuk mengenali , membuat ,
memperbanyak, dan merenungkan musik , seperti yang ditunjukkan oleh komposer ,
konduktor , musisi , vokalis , dan pendengar yang sensitif . Menariknya ,
sering ada koneksi afektif antara musik dan emosi , dan kecerdasan matematika
dan musik dapat berbagi proses pemikiran umum .
3 . Logical Matematika - Intelligence ( Kecerdasan
Logis-Matematis )
Kecerdasan logis-matematis adalah kemampuan untuk menghitung , mengukur ,
mempertimbangkan proposisi dan hipotesis , dan melaksanakan operasi matematika
lengkap . Hal ini memungkinkan kita untuk melihat hubungan dan koneksi dan
menggunakan abstrak , pemikiran simbolis; keterampilan penalaran sekuensial , dan
pola berpikir induktif dan deduktif . Kecerdasan logis biasanya berkembang baik
di matematika , ilmuwan , dan detektif . Dewasa muda dengan banyak kecerdasan
logis tertarik pada pola , kategori , dan hubungan . Mereka tertarik pada
aritmatika masalah , strategi permainan dan percobaan .
4 .Existential Intelegence (Kecerdasan
eksistensial)
Sensitivitas dan kapasitas untuk menangani pertanyaan-pertanyaan mendalam
tentang eksistensi manusia , seperti makna hidup , mengapa kita mati , dan
bagaimana kita sampai di sini .
5 . Interpersonal Intelegence ( Kecerdasan
Antar-pribadi )
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi
secara efektif dengan orang lain . Ini melibatkan verbal dan nonverbal
komunikasi yang efektif , kemampuan untuk dicatat perbedaan antara lain ,
kepekaan terhadap suasana hati dan temperamen orang lain , dan kemampuan untuk
menghibur berbagai perspektif . Guru, pekerja sosial , aktor , dan politisi
semua menunjukkan kecerdasan interpersonal .
6 . Bodily - kinesthetic Intelligence ( Kecerdasan
Kinestetik Tubuh )
Kecerdasan kinestetik tubuh adalah kemampuan untuk memanipulasi objek dan
menggunakan berbagai keterampilan fisik . Kecerdasan ini juga melibatkan rasa
waktu dan kesempurnaan keterampilan melalui serikat pikiran-tubuh . Atlet ,
penari , ahli bedah , dan pengrajin pameran berkembang dengan baik kecerdasan
kinestetik tubuh .
7 . Linguistic Intelligence ( Kecerdasan
Linguistik)
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan untuk berpikir dalam kata-kata dan
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks .
Kecerdasan linguistik memungkinkan kita untuk memahami urutan dan makna dari
kata-kata dan untuk menerapkan keterampilan meta - linguistik untuk merenungkan
kami menggunakan bahasa . Kecerdasan linguistik adalah kompetensi manusia yang
paling luas bersama dan jelas dalam penyair , novelis , jurnalis , dan
pembicara publik yang efektif .
8 . Intra – personal Inteligence (Kecerdasan Intra-pribadi
)
Kecerdasan intra - personal adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri
dan pikiran dan perasaan seseorang , dan menggunakan pengetahuan tersebut dalam
perencanaan dan dilakukan arahan hidup seseorang . Kecerdasan intra - personal
tidak hanya melibatkan apresiasi diri , tetapi juga dari kondisi manusia . Hal
ini terbukti dalam psikolog , pemimpin spiritual , dan filsuf .
9 . Spatial Intelligence (Kecerdasan Spasial)
Kecerdasan spasial adalah kemampuan untuk berpikir dalam tiga dimensi .
Kapasitas inti meliputi citra mental , penalaran spasial , manipulasi gambar ,
grafis dan keterampilan artistik, dan imajinasi yang aktif . Pelaut, pilot ,
pemahat , pelukis , dan arsitek semua menunjukkan kecerdasan spasial.
Mutilple Inteligence (sumber: lihat disini) |
Teori Howard Gardner
tentang kecerdasan ganda ini telah dianut oleh berbagai teori pendidikan dan ,
secara signifikan , yang diterapkan oleh guru dan pembuat kebijakan untuk
masalah sekolah . Teori ini juga dapat ditemukan dalam penggunaan dalam pra -
sekolah ,perguruan tinggi , kejuruan dan inisiatif pendidikan orang dewasa .
Sehingga dari teori ini bisa menjadi dasar bagi calon pemimpin untuk menyadari
potensi yang dimiliki dan mengembangkannya secara signifikan bagi dirinya untuk
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
b. Memperkaya diri dengan Pengetahuan,
Keterampilan, dan Pengalaman
Kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pesat dizaman sekarang adalah suatu keuntungan sekaligus tantangan bagi
generasi mudanya. Disatu sisi kemajuan teknologi membuka akses seluas-luasnya
bagi kita generasi muda untuk mencari
ilmu pengetahuan dan keterampilan apapun. Namun disisi lain banyak juga
generasi muda yang terjebak modernisasi yang membawa mereka pada situasi perilaku
negatif seperti Narkoba, free sex, hedonisme, dan gaya hidup tidak produktif
lainnya.
Terlepas dari godaan modernisasi yang ditawarkan
teknologi, pada dasarnya hidup ini pilihan. Mustahil ingin menjadi pemimpin
bila kita tak mau dan tak mampu untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman. Kita bisa belajar dari sejarah bahwa para pemimpin
besar rata-rata adalah kutu buku yang melalap buku apa saja untuk memperkaya
daya pikirnya. Sebut saja bapak bangsa kita Sukarno dan Hatta yang dari
pengetahuan mereka dapat menciptakan Pancasila. Barack Obama, orang kulit hitam
pertama dan salah satu yang termuda menjadi Presiden Amerika. Oprah Winfrey Ratu
media Amerika, tak terkecuali J.K. Rowling penulis Harry Potter yang dengan
karya-karyanya membuatnya menjadi wanita terkaya didunia bahkan melampaui ratu
negaranyanya Inggris, Elizabeth II.
Tentunya masih
banyak lagi sejarah yang mencatat kesuksesan kutu buku yang berhasil menjadi
pemimpin. Mengutip dari perkataan Isac Newton, “If I have
seen further, I must be standing on the shoulders of giants” yang berarti “Jika saya melihat lebih jauh, itu pasti saya
berdiri diatas pundak-pundak raksasa.” Kalimat diatas yang dimaksud raksasa
adalah kiasan Newton terhadap para pemimpin-pemimpin besar sebelum zamannya
yang biografi mereka dibaca oleh Newton sehingga ia bisa berpikir lebih jauh
mengadaptasi pemikiran pemimpin-pemimpin besar tersebut.
Perkaya diri dengan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman (sumber: lihat disini) |
Meski demikian, menjadi kutu buku saja tidak cukup
bila tanpa disertai dengan keterampilan dan pengalaman. Bill Gates pendiri
Microsoft yang juga salah seorang Miliarder dunia, ketika remaja selain telah
membaca seluruh buku tentang komputer di perpustakaan sekolahnya, ia juga suka membongkar
dan mengotak-atik komputer miliknya dan teman-temannya untuk dipelajari. Dari
hobinya tersebut akhirnya berbuah manis setelah ia menjadi mahasiswa di Harvard
University yaitu berhasil menciptakan internet yang kini bermanfaat bagi banyak
orang didunia walaupun harus drop out
dari kampus.
Dalam konteks sebagai pemimpin masa depan, kita dapat
mengaplikasikannya yaitu menjadikan
membaca buku sebagai hobi dan berusaha mengembangkan keterampilan yang kita
miliki. Serta tak lupa berusaha menimba pengalaman untuk meingkatkatkan
kualitas pribadi kita. Gaya hidup yang berorientasi pada prestasi akan mencetak
kita menjadi pribadi unggul dibandingkan bergaya hidup hedonisme yang mengikuti
tren zaman semata. Sebab ada kalanya tren bisa berubah dan kadaluarsa, namun
prestasi akan dikenang hingga masa depan.
Kita Lihat (Vidi) : Kerja Keras dan Kerja Cerdas
Tidak ada kesuksesan yang
instan bila ingin kesuksesan itu langgeng dan awet dalam jangka waktu yang
lama. Untuk itulah dalam mencapai kesuksesan dibutuhkan kerja keras yang berupa
berpikir analitis dan ssitematis. Serta bekerja cerdas yaitu dengan memiliki
kemampuan inovasi dan mengkomunikasikan ide yang dimilikinya.
a.
Berpikir Analitis dan Sistematis
Kerja keras versi seorang pemimpin tentu berbeda dengan kerja keras
level pekerja. Kerja keras pekerja lebih mengandalkan otot, namun kerja keras
pemimpin lebih mengandalkan otak. Untuk itu kita berpikir secara analitis dan
sistematis dalam melihat suatu masalah tertentu. Sehingga tak ada salahnya kita
mengadapatasi ilmu manajemen dalam menganalisa masalah apa saja yang berkaitan
dengan kerja keras otak melalui sistem Analisis SWOT, sebab analisa SWOT bisa
dikatakan memenuhi dua pemikiran analitis dan sistematis. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths),
kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats)
dalam suatu proyek atau suatu spekulasi yang biasanya berhubungan dengan bisnis.
Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats).
Strength
(Kekuatan): Faktor internal berupa kondisi kekuatan yang terdapat dalam
sebuah organisasi, proyek atau konsep bisnis.
Weakness
(Kelemahan): Faktor internal berupa kondisi kelemahan yang terdapat dalam
organisasi, proyek, atau konsep bisnis.
Opportunities
(Peluang): faktor eksternal berupa peluang yang bisa kita manfaatkan.
Threats
(Ancaman) : Faktor eksternal berupa sesuatu yang mengancam dari luar yang
bisa melemahkan sebuah organisasi, proyek, dan konsep bisnis.
Analisis SWOT (sumber:lihat disini) |
Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi proyek dan mengidentifikasi faktor internal
dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Lakukan
kajian secara mendalam tentang keepat faktor tersebut sebelum mengambil
keputusan.
b. Kemampuan Berinovasi dan Mengkomunikasikan Ide
Ini yang membedakan pemimpin dan
pengikut yaitu kerja cerdas, sedikit tenaga namun memberikan hasil yang lebih.
Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih banyak daripada yang dilihat
orang lain, melihat lebih jauh daripada yang dilihat orang lain, dan melihat
sesuatu sebelum orang lain melihat. Untuk itu
pemimpin harus memiliki kemampuan berinovasi dalam bidang yang sesuai
dengan keahliannya. Mengubah suatu tatanan lama menjadi lebih efektif dan
efisien, serta menambah nilai jualnya. Ambil contoh negara Jepang, negara ini
mampu menjadi pemimpin modernisasi di Asia yang berinovasi dibidang politik
dengan adanya restorasi Meiji dan bidang teknologi otomotif dan digital.
Inovasi (sumber:lihat disini) |
Selanjutnya, kemampuan berinovasi akan hampa bila seorang
pemimpin tidak mampu mengkomunikasi ide kepada bawahannya. Seringkali hal ini
disebabkan oleh caranya berkomunikasi dengan istilah yang melangit atau bahasa
yang terlalu ilmiah, maka dari itu para bawahan tidak bisa mengartikan. Sebagai
contoh ada pemimpin lulusan Amerika yang terbiasa berbicara bahasa Inggris.
Sedangkan bawahannya sendiiri tergolong awam dengan istilah-istilah bahasa
Inggris tertentu. Namun, karena ia sering mencampur aduk bahasa Indonesia
dengan bahasa Inggris secara membabi buta lalu tertutup terhadap sisitem
bertanya dan diskusi. Sehingga apa yang
terjadi? tak jarang pemimpin seperti itu biasanya harus mengatasi semua tugas team sendiri karena menilai bawahannya
tidak berkompeten mengerjakan. Padahal
dirinyalah yang tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dan delegasi atau
mewakilkan pekerjaan kepada para bawahannya.
Komunikasi (sumber:lihat disini) |
Kita Menang (Vici) : Karakter Pemimpin Bijaksana
Dalam kehidupan sedikitnya
terdapat empat strategi pemecahan masalah untuk mengatasi konflik, yakni,
strategi Menang-kalah (Win-Lose), Kalah-menang (Lose-win), Kalah-kalah
(Lose-lose), dan Menang-menang (Win-win). Berpikir dan bersikap
‘menang-menang’ (win-win solution)
merupakan sikap hidup dengan kerangka berpikir yang menyatakan bahwa
saya dapat menang, demikian juga kamu dan pada akhirnya semua dapat menang.
Pemimpin yang memiliki kemampuan bersikap win-win solution adalah pribadi yang memiliki kemampuan
kepemimpinan antarpribadi yang berorientasi pada solusi.
Walaupun memang dalam kenyataan
setiap orang memiliki variasi paradigma dalam mengatasi konflik hidupnya.
Berpikir menang-menang merupakan dasar untuk dapat hidup berdampingan dengan
orang lain. Berpikir menang-menang mulai dengan kepercayaan bahwa kita adalah
setara, tidak ada yang “di bawah” ataupun “di atas” orang lain. Paradigma
‘menang-menang’ adalah konsensus ataupun solusi yang memberikan keuntungan dan
kepuasan yang timbal balik. Menang-menang melihat kehidupan sebagai arena yang
kooperatif, yakni arena untuk mengembangkan diri dan kelompok melalui
kerja-sama, bukan arena kompetisi atau persaingan.
Kitalah
Pemimpin Masa Depan!
Pemimpin tercermin dari
keteladanan dan sosok seseorang yang bisa menginspirasi banyak orang untuk berbuat
kebajikan, yaitu seseorang yang dapat membuat orang lain melakukan tindakan
tanpa beban dan paksaan. Berbeda bila kita menemui seseorang yang memimpin
namun menggunakan otoritas atau jabatannya untuk membuat orang lain melakukan
apa yang dia mau, itu adalah pimpinan. Tak semua pimpinan bisa menjadi
pemimpin, tapi semua pemimpin bisa menjadi pimpinan. Menjadi pemimpin tak
sekadar mengejar kedudukan prestisius untuk bisa dihormati banyak orang. Tetapi
pemimpin adalah mereka yang rela mengabdikan segala daya upaya hidupnya untuk
kesejahteraan banyak orang. Kehormatan yang tulus dari hati itu lebih abadi
daripada kehormatan yang datang karena jabatan.
Belajar dari sejarah hanya
dikenal dua tokoh utama, tokoh sejarah yang terkenal dengan sikap kepahlawanan,
ketulusan, dan kegigihan demi mempertahankan kebenaran dan kemanfaatan. Seperti
yang ditulis dalam buku “The 100” karya Michael Hart meliputi Nabi Muhammad,
Isaac Newton, Yesus, dsb. Yang lainnya adalah tokoh sejarah yang terkenal
dengan kediktatoran, kejahatan, dan
ketidakadilan seperti Hittler, Benito Mussolini, dsb. Menjadi pemimpin
masa depan harus dipersiapkan mulai dari saat ini dan belajar dari masa lalu. Bekal
yang terbaik adalah tak hanya dengan mempersiapkan kecerdasan pikiran, namun
juga kecerdasan hati. Semoga siapapun dari kita yang menjadi pemimpin adalah
orang-orang yang cerdas dan bijaksana.
Terakhir, mengutip
perkataan dari bapak bangsa kita, Bung Karno:
Hai Pemuda! Ini dadaku!
Mana dadamu? Aku titipkan negeri ini padamu! Tak usah 100.. Tak perlu 1000..
Beri aku 10 pemuda. Akan kuguncang dunia...”
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Veni,_vidi,_vici
http://infed.org/mobi/howard-gardner-multiple-intelligences-and-education/
http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar