Saya rasa
catatan saya ini penting, terutama untuk mengingatkan para manusia Indonesia
yang kini berbondong-bondong untuk berebut mendapat kursi pemimpin. Tahun 2014
seluruh rakyat Indonesia tahu bahwa negara tercinta ini akan merayakan pesta
demokrasi untuk pemilihan pelayan rakyat atau yang populer disebut pemimpin
untuk legislatif tingkat daerah sampai pusat tak tekecuali calon Presiden yang
pastinya siapapun yang terpilih akan menentukan nasib bangsa kita tercinta ini
minimal 5 tahun kedepan. Pertanyaannya sekarang, apa hubungannya dengan gunung
Kelud? Nah, disinilah menariknya ketika
mempertemukan benang merah antara hal yang logis dengan hal yang metafisis.
Harap disimak..
Ucapan
terima kasih kepada para visitor yang telah menyimak bahasan artikel saya
sebelumnya berjudul “Bencana Alam 2014: Antara Dosa dan Bencana”, tak menyangka
akan mendapat impresi yang cukup besar semoga dapat menginspirasi. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa fenomena alam tak bisa lepas dari perilaku
manusia, selain tertulis dalam kitab suci juga telah terbukti dari riset
sejarah para ahli. Sedangkan dalam bahasan kali ini mengapa Erupsi gunung Kelud
bisa terjadi?
Gunung kelud Erupsi (sumber: tribunnews.com) |
Profil Gunung Kelud
Akhirnya, kemarin
pada tanggal 13 Februari 2014 meletus dan menyebarkan abu vulkanik hingga
menutupi setengah area pulau jawa termasuk dimana kota saya berada yang dari
sampai sore-pun terlihat mendung. Untuk
itu, ada baiknya kita menelusuri sejarah gunung yang terletak di Jawa Timur
ini.
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan
korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan
aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi
hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin
menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad
ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei, 1951, 1966, dan 1990. Pola ini
membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini.
Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007, 2010, dan 2014.
Perubahan frekuensi ini terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah
gunung.
Letusan 1919
Letusan
Gunung Kelud tahun 1919 tercatat dalam laporan Carl Wilhelm Wormser
(1876-1946), pejabat Pengadilan Landraad di Tulung Agung (masa kolonial
Belanda), yang menjadi saksi mata bencana alam tersebut.Disebutkan, pada 20 Mei
1919 siang, tiba-tiba langit gelap.
Letusan ini termasuk yang paling mematikan
karena menelan korban 5.160 jiwa , merusak sampai 15.000 ha lahan produktif
karena aliran lahar mencapai 38 km, meskipun di Kali Badak telah dibangun
bendung penahan lahar pada tahun 1905. Selain itu Hugo Cool pada tahun 1907 juga ditugaskan melakukan
penggalian saluran melalui pematang atau dinding kawah bagian barat. Usaha itu
berhasil mengeluarkan air 4,3 juta meter kubik.
Karena letusan inilah kemudian
dibangun sistem saluran terowongan pembuangan air danau kawah, dan selesai pada
tahun 1926. Secara keseluruhan dibangun tujuh terowongan. Pada masa setelah
kemerdekaan dibangun terowongan baru setelah letusan tahun 1966, 45 meter di
bawah terowongan lama. Terowongan yang selesai tahun 1967 itu diberi nama
Terowongan Ampera. Saluran ini berfungsi mempertahankan volume danau kawah agar
tetap 2,5 juta meter kubik
Letusan 1990
Letusan 1990 berlangsung selama 45
hari, yaitu 10 Februari 1990 hingga 13 Maret 1990. Pada letusan ini, Gunung
Kelud memuntahkan 57,3 juta meter kubik material vulkanik. Lahar dingin
menjalar sampai 24 kilometer dari danau kawah melalui 11 sungai yang berhulu di
gunung itu.
Letusan ini sempat menutup terowongan
Ampera dengan material vulkanik. Proses normalisasi baru selesai pada tahun
1994.
Letusan 2007
Aktivitas gunung ini meningkat pada
akhir September 2007 dan masih terus berlanjut hingga November tahun yang sama,
ditandai dengan meningkatnya suhu air danau kawah, peningkatan kegempaan tremor, serta perubahan warna danau kawah
dari kehijauan menjadi putih keruh. Status "awas" (tertinggi)
dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 16 Oktober 2007 yang berimplikasi
penduduk dalam radius 10 km dari gunung (lebih kurang 135.000 jiwa) yang
tinggal di lereng gunung tersebut harus mengungsi. Namun letusan tidak terjadi.
Setelah sempat agak mereda, aktivitas
Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007 dengan peningkatan pesat
suhu air danau kawah dan kegempaan vulkanik dangkal. Pada tanggal 3 November
2007 sekitar pukul 16.00 suhu air danau melebihi 74 derajat Celsius, jauh di
atas normal gejala letusan sebesar 40 derajat Celsius, sehingga menyebabkan
alat pengukur suhu rusak. Getaran gempa tremor dengan amplitudo besar (lebih
dari 35mm) menyebabkan petugas pengawas harus mengungsi, namun kembali tidak
terjadi letusan.
Akibat aktivitas tinggi tersebut
terjadi gejala unik dalam sejarah Kelud dengan munculnya asap tebal putih dari
tengah danau kawah diikuti dengan kubah
lava dari tengah-tengah danau kawah sejak
tanggal 5 November 2007 dan terus "tumbuh" hingga berukuran selebar
100 m. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma
sehingga letusan tidak segera terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk
mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990.
Lihat Peta Lebih Besar (lokasi peta gunung Kelud)
Sejak peristiwa tersebut aktivitas
pelepasan energi semakin berkurang dan pada tanggal 8 November 2007 status
Gunung Kelud diturunkan menjadi "siaga" (tingkat 3).
Danau kawah Gunung Kelud praktis
"hilang" karena kemunculan kubah lava yang besar. Yang tersisa
hanyalah kolam kecil berisi air keruh berwarna kecoklatan di sisi selatan kubah
lava.
Letusan 2014
Peningkatan aktivitas Gunung Kelud
mulai terjadi di akhir tahun 2013. Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud
dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan kemudian Awas pada tanggal 13 Februari
pukul 21.15 diumumkan status bahaya tertinggi, Awas (Level IV), sehingga radius
10 km dari puncak harus dikosongkan dari manusia. Belum sempat pengungsian
dilakukan, pada pukul 22.50 telah terjadi letusan tipe ledakan (eksplosif).
Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 (pada tahun 2007 tipenya efusif,
yaitu berupa aliran magma) diprediksikan akan terjadi setelah hujan kerikil
yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa
Timur, lokasi tempat gunung berapi yang terkenal aktif ini berada, bahkan
hingga kota Pare, Kediri.
Pengamatan dan Perenungan dari Gejala Alam
Ada sebuah
cerita dikutip dari buku Sukarno Penjambung Lidah Rakjat, beliau menuturkan
bahwa kelahirannya tanggal 6 Juni 1901 bertepatan dengan meletusnya gunung
Kelud. Jarak gunung tersebut hanya puluhan kilometer dari kediaman Sukarno
kecil. Orang yang percaya tahayul kemudian menyebut bahwa, meletusnya Gunung
Kelud adalah penyambutan alam atas bayi Sukarno. Sementara orang Bali mempunyai
kepercayaan lain, yakni meletusnya sebuah gunung pertanda bahwa rakyat telah
melakukan maksiat. Sehingga menurut Sukarno, gunung Kelud sebenarnya tidak
menyambut kelahirannya.
Disisi lain
mengutip ayat suci Al-Quran
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh” [Q.S. al-Ahzab
33:72]
Ayat diatas
menerangkan tentang kekhalifahan atau kepemimpinan bahwa benda perkasa saja
termasuk gunung menyerah untuk menerima tampuk kekuasaan sebagai pemimpin
karena takut tidak bisa memegang amanah, namun manusia berani menyanggupinya.
Sederhananya setelah manusia menjadi pemimpin secara otomatis dan “gentleman”
kandidat lain seperti langit, bumi, dan gunung menerima dengan ikhlas sebagai
pengikut dibawah kepemimpinan manusia. Akan tetapi ketika pengikut melihat “kemelencengan”
pemimpinnya pasti pengikut akan berusaha berusaha mengingatkan. Inilah cara gunung, langit, dan bumi
mengingatkan pemimpinnya yaitu manusia yang sudah melenceng dari amanah yang
dititipkan Allah.
Pada zaman
kelahiran Sukarno yang bersamaan dengan gunung Kelud, bisa jadi kedua tafsiran
antara orang Jawa dan Bali yang berbeda itu bisa keduanya adalah hal yang benar
dan saling melengkapi. Sebab pertama,
sudah ratusan tahun Belanda melakukan kedzaliman terhadap rakyat
Indonesia sehingga membuat gunung Kelud “marah” karena manusia tidak
melaksanakan amanah Tuhan malah saling mengeksploitasi. Kedua, sudah
saatnya kedzaliman yang dilakukan
Belanda itu dihentikan dengan kelahiran seseorang yang bertugas untuk membawa
perubahan bagi bangsa Indonesia yaitu Sukarno. Hal ini sejalan dengan sejarah kelahiran Nabi
Muhammad yang kelahirannya bersamaan dengan kedzaliman yang merajalela di
jazirah Arab. Beliau hadir didunia mengemban tugas untuk mengubah peradaban
yang kala itu kelam untuk menjadi terang (meskipun tidak tahu pasti fenomena
alam apa yang menyertai kelahiran beliau).
Tanggal dimulainya pesta demokrasi (sumber: utama.seruu.com) |
Ditahun 2014
inipun seakan gunung Kelud juga menyumbangkan suaranya akan kedzaliman bangsa
Indonesia sendiri terhadap bangsanya dan
tanah airnya sendiri. Pada kenyataanya pemimpin Indonesia baik daerah dan pusat
yang kini sedang berkuasa sepertinya kebijakan dan tindakannya sudah tidak
sesuai amanah dari Yang Kuasa. Eksploitasi besar-besaran pada hutan dan
tambang, tak jarang malah diobral pada orang luar, tak peduli kehidupan hewan. Belum lagi
menenggelamkan rakyatnya sendiri dalam perburuhan (baca perbudakan) atas nama
investasi. Alih-alih bertopeng mengentaskan pengangguran, tapi tidak sadar
bahwa sebetulnya melestarikan
kedzaliman.
Apa dipikir
hutan yang diam, hewan yang tidak berdaya, dan rakyat kecil yang suaranya dalam
pemilu dikhianati tidak bisa berontak? Bagaimana kalau ternyata
pemberontakannya tidak mempan pada Sang Penguasa sehingga diadukan pada Yang Kuasa
melalui doa? Bagaimana kalau Yang Kuasa marah dan menggulung bumi ini? Yang
dikira diam, tak berdaya, dan yang dikhianati ini akan masuk surga karena
termasuk golongan teraniaya. Lalu bagaimana dengan nasib pemimpin yang dzalim?
Apakah harta yang dihasilkan dari keserakahan dari hasil eksploitasi itu bisa
menyelamatkan mereka? Suatu ketika Presiden Sukarno pernah berpesan "biarkan Sumber Daya Alam Indonesia masih pada tempatnya, tunggu sampai anak
bangsa ini sendiri mampu mengolahnya.” Namun alih-alih meningkatkan kemampuan SDM malah pada kenyataannya pemimpin negeri ini tidak sabar
menunggu masa itu demi memuaskan nafsu serakahnya. Tunggu saja, karena sebenarnya
kita semua termasuk golongan orang-orang yang menunggu.
Tahun 2014
adalah saatnya rakyat Indonesia pesta demokrasi, bisa jadi letusan Gunung Kelud
berarti akan menghadirkan tokoh seperti Sukarno yang mengubah bangsa dan
peradaban dunia. atau bisa jadi letusannya jadi pertanda peringatan bahwa
pemimpin-pemimpin yang selama ini memimpin tidak sesuai amanah sehingga
semuanya harus diganti. Belum terlambat untuk koreksi diri. Silakan para
pemimpin dan calon pemimpin yang ikut pesta demokrasi april nanti merenungi atas motivasi apa Anda megidamkan jabatan yang
sedang Anda kejar ini? Kekayaankah
(baca:keserakahan)? atau kemakmuran dan kemanusiaan yang adil dan beradab bagi seluruh rakyat Indonesia?
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Kelud
http://news.detik.com/read/2014/02/14/145825/2497522/10/kisah-bung-karno-yang-lahir-saat-gunung-kelud-meletus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar