Bicara tentang sejarah
Republik Indonesia tidak bisa lepas dari dua founding fathers atau bapak bangsa
kita yaitu Sukarno dan Moh. Hatta. Mereka adalah dua orang yang berpendidikan
tinggi disaat 95% rakyat kita buta huruf, namun memilih bersusah payah untuk
menjadi pejuang kemerdekaan. Padahal, mereka bisa saja hidup enak dengan
menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda atau korporasi lain di dunia pada
masa itu. Sejalan dengan pendapat Pak Darwin Saleh dalam website inpirasinya berkenaan
dengan tema “Menghadirkan Teladan
Kepemimpinan Bapak Bangsa di masa kini” yang terkandung dalam pesan (artikel) berjudul
“Mengenang Pemimpin Teladan” di www.
darwinsaleh.com, saya berpandangan bahwa saya setuju karena sosok pemimpin
cerdas seperti Moh. Hatta perlu kita hadirkan dan hidupkan kembali. Meneladani Moh. Hatta dan Sukarno tak
hanya sebagai pribadi unggulan, lalu bagaimana agar karakter kedua founding
fathers kita ini bisa hidup dalam setiap jiwa penerus bangsa?
Sukarno-Hatta (sumber: lihat disini) |
Jas Merah (Jangan
Sekali-kali Meninggalkan Sejarah)
Jangan
sekali-kali meninggalkan sejarah atau dikenal dengan singkatan “Jas Merah” adalah
salah satu pidato terkenal Bung Karno yang berisi agar rakyat Indonesia tidak
melupakan sejarah dan mau menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah rela
berkorban demi mewujudkan Republik Indonesia yang bebas dari penjajahan. Sebagaimana
pendapat pak Darwin Saleh bahwa melalui pemimpin, Tuhan
memberikan pelajaran dan teladan kepada kita, dengan memberikan contoh Mohammad
Hatta yaitu seorang Wapres RI, intelektual sejati, giat belajar dan berorganisasi
sejak dini, penganut agama yg patuh dan penuh toleransi, hingga akhirnya
menjadi pribadi yang disegani di benua Eropa dan Asia sejak usia muda. Dedikasi
berorganisasinya dimulai dengan mengurus keuangan, Sebagai bendahari
perkumpulan sepakbola sekolah (usia 14 tahun), bendahari Jong Sumatranen
Bond/JSB cabang Padang (16 tahun), JSB Pusat (19 tahun), hingga menjadi andalan
Indische Vereeniging (perhimpunan pelajar nusantara di Belanda), lagi-lagi
sebagai bendahari (20 tahun). Dipahaminya benar bahwa perjuangan suatu
perkumpulan atau organisasi sangat bergantung kepada dedikasi dan iuran anggota
sebagai tanda kesetiaan dan keterpanggilan jiwa.
Begitupun
dengan Sukarno, dia sebagai seorang Presiden pertama RI yang
pengalaman masa mudanya bisa menjadi referensi berharga bagi siapa saja yang
ingin mendalami pembangunan karakter pemimpin. Sukarno memiliki kepercayaan
diri yang kuat, keberanian yang luar biasa, dan mampu mengambil keputusan yang
penting bagi Indonesia. Sukarno juga mampu menjadi sosok pemersatu berbagai
kalangan di masa itu. Saat itu, Sukarno menjadi bagian penting lahirnya The
Edge of Ideology di Indonesia. Ia banyak membuat tulisan yang terkait dengan
pemikir-pemikir besar, seperti Marx dan Lenin. Ia bukan saja mengenalkan tetapi
juga mengobarkan radikalisme terhadap imperialisme dan kapitalisme.
Dalam
konteks dan zaman berbeda seperti sekarangpun, “Jas Merah” dengan keteladanan
Bung Karno dan Bung Hatta masih bisa
diterapkan untuk generasi muda saat ini. Dari pesan itu tersirat dan tersurat
bahwa bila kita mau mempelajari sejarah, bukan hal yang tidak mungkin kita bisa
mengadaptasi kepemimpinan para pahlawan dalam hal ini adalah kedua bapak bangsa
yaitu Sukarno-Hatta. Sepanjang hidup mereka dedikasikan untuk perjuangan dan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Berikut ini rekam jejak prestasi founding fathers
kita yang saya kelompokkan dalam dua masa yaitu masa pra kemerdekaan dan pasca
kemerdekaan.
1.
Perjuangan Pra Kemerdekaan
Tergabung dalam dua organisasi pergerakan
yang berbeda yang yaitu Perhimpunan Indonesia (PI) atau Indische
Vereeniging yang digawangi oleh Moh. Hatta, dan Partai Nasional Indonesia (PNI)
yang digawangi Sukarno. Kedua founding fathers muda kita memiliki visi-misi
yang sama untuk menentang kolonialisme dan imperalisme Belanda. Perhimpunan
Indonesia kala itu sudah memiliki
Semboyan “Indonesia Merdeka” meskipun mengatakannya dengan Bahasa Belanda.
Melalui media “Indonesia Merdeka” dan kegiatan internasional, dunia
internasional mengetahui aktivitas perjuangan para pemuda Indonesia melalui kegiatan-kegiatan
internasional yang diikuti oleh PI diantaranya mengikuti Kongres ke-6 Liga
Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Paris pada tahun 1926. Delegasi
Perhimpunan Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta. Selain itu juga mengikuti
Kongres I Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Berlin pada
tahun 1927, mengirimkan Mohammad Hatta, Nasir Pamuncak, Batot, dan Achmad
Subardjo.
Tak ubahnya dengan PI yang menyuarakan kemerdekaan Indonesia diforum
internasional, PNI yang dipelopori oleh Sukarno lebih menyatukan kekuatan
didalam negeri dengan mengobarkan semangat perjuangan nasional yaitu memelopori berdirinya Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). PPPKI diikuti
oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen
Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studi Club, dan Algemeene Studie Club. Dengan
melakukan berbagai tindakan yang dilaksanakan untuk memperkokoh diri dan
berpengaruh bagi masyarakat. Dan perlu diketahui sepak terjang kedua founding
fathers kita saat itu
dilakukan oleh mereka ketika belum genap berusia 30 tahun. Sehingga pada akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 dikumandangkanlah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
1. Perjuangan Pasca Kemerdekaan RI
Masa Kemerdekaan dan
Perjuangan pasca kemerdekaan untuk mempertahankannya dimulai dari tahun
1945-1949 ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Indonesia diwarnai dengan
pengisian perlengkapan sebagai negara merdeka dan perjuangan bersenjata serta
berbagai diplomasi antara bangsa Indonesia dengan pihak Belanda. Diplomasi itu
direalisasikan dalam perjanjian-perjanjian. Intinya Belanda sebenarnya tidak
rela bila Indonesia merdeka. Sehingga dengan berbagai cara Belanda ingin
memecah belah republik Indonesia yang baru lahir. Seperti adanya agresi militer I dan agresi militer II
yang megakibatkan disepakatinya perjanjian-perjanjian yang saat itu dikhianati
oleh Belanda sendiri. Seperti perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville,
Perjanjian New York, dan Perjanjian Roem-Royen adalah beberapa perjuangan
diplomasi yang cukup berat dialami oleh kedua founding fathers kita yang saat
itu sedang menjabat sebagai presiden.
Selain Belanda yang masih ingin
menancapkan kekuasaannya di Indonesia, dari dalam negeri sendiripun tak luput
dari isu pemberontakan yang dilakukan berbagai pihak. Diantaranya pemberontakan
(Darul Islam/Tentara Islam Indonesia), Pemberontakan
APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan Republik Maluku Selatan (RMS).
Ditambah lagi dengan Pemberontakan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), Pemberontakan Permesta. Dan yang paling
besar yaitu Peristiwa Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun
1965. Meski keduanya sempat berselisih paham politik sehingga pada tahun 1956
Mohammad Hatta meletakkan jabatannya
sebagai wakil presiden, tapi secara ideologis mereka adalah kawan yang saling
melengkapi dalam perjuangan kemerdekaan. Buktinya, dihari meninggalnya Sukarno
tahun 1970, dia tetap ingin berpamitan dengan Hatta untuk yang terakhir kalinya,
sedangkan Moh. Hatta meninggal 10 tahun kemudian. Keduanya meninggal dengan meninggalkan warisan sejarah yang amat
bernilai bagi generasi penerusnya yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karakter
Sukarno-Hatta dalam Pengamalan Pancasila
Senada dengan www.darwinsaleh.com dalam judul Tetap Harus Dimulai
Sekalipun Belum Tentu Selesai yang mengambil cuplikan dari salah
satu pidato John F.Kennedy
“All this will not be finished in the first one hundred days. Nor will it be
finished in the first one thousand days, nor in the life of this adminstrasion,
nor even perhaps in our lifetime on this planet. But let us begin”.
Pesan moralnya, perjuangan harus dimulai sekalipun seseorang tidak sempat
menyelesaikannya. Dalam sejarah tanah air, HOS Cokroaminoto dan kawan-kawan
sudah gencar membicarakan kemerdekaan Indonesia sejak dua dekade pertama abad
20. Dari beliau, pemuda Soekarno mendapatkan semangat perjuangan kemerdekaan
itu. HOS Cokroaminoto sudah mendiang ketika proklamasi itu dikumandangkan Bung
Karno. Dan kini, Bung Karno dan Bung Hatta-pun sudah mendiang namun mewariskan tongkat estafet perjuangan bagi generasi
penerusnya.
Pancasila (sumber:kmnu-ipb.blogspot.com) |
Tongkat estafet mereka
ini sudah kita ketahui bersama yaitu berupa dasar negara kita yang disebut
Pancasila. Pancasila yang terdiri dari lima sila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain menjadi tongkat estafet
perjuangan, dalam Pancasila terdapat pula intisari dari karakter ideologis dari
bapak bangsa kita.
Sebut saja sila pertama
“Ketuhanan Yang Maha Esa”, dalam sila
ini merepresentasikan bahwa para bapak bangsa kita dan seluruh rakyat Indonesia
berkeyakinan monotheisme yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan.
Dalam Sila kedua yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab” merepresetasikan
bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Sila “Persatuan
Indonesia” mewakili rasa nasionalisme untuk tetap menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia. Untuk sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” menunjukkan bahwa kepemimpinan
demokratis yang mengutamakan suara dan kepentingan rakyat adalah prioritas
dalam berpolitik. Sedangkan dalam sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” memiliki makna mendalam pentingnya jiwa solidaritas sosial dalam kehidupan
berbangsa.
Dengan memahami dan
mengamalkan kelima sila tersebut dalam jiwa setiap penerus bangsa, secara tidak
langsung kita mewarisi tongkat estafet perjuangan bangsa sekaligus mewarisi
karakter terbaik yang telah mereka persiapkan sejak zaman pergerakan nasional
awal hingga perebutan kemerdekaan yang tidak mudah bapak bangsa dan para
pahlawan untuk didapatkan. Memang mereka tidak bisa menyelesaikan semuai
perjuangan yang mereka mulai dalam satu kali kehidupan mereka, namun melalui
Pancasila mereka berpesan untuk kita meneruskan cita-cita itu. Sahabat, mari kita hadirkan dan hidupkan
karakter bapak bangsa, Sukarno-Hatta, dalam Jiwa penerus bangsa yaitu kita
dengan cara mengamalkan Pancasila secara murni dan konsekuen. Salam Indonesia.
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.darwinsaleh.com/.
Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.
Referensi:
-www.darwinsaleh.com
-id.wikipedia.org/wiki/Soekarno
- id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
-www.youtube.com
Karakter pemimpin seperti Bung Karno dan Bung Hatta hingga saat ini memang belum tergantikan
BalasHapusberkunjung dan tinggalkan jejaknya ya di
http://siethie.blogspot.com/2014/01/keistimewaan-indonesia-dengan-segudang.html
insyallah biar nggak persis tapi bisa meneruskan cita2nya. mari kita hidupkan karakter mereka. :)
HapusMengingatkan kembali perjuangan para pahlawan, salah satu cara untuk kembali mensyukuri dan tidak menyia-nyiakan berkah kemerdekaan ini, nice post.
BalasHapusDitunggu juga kunjungan dan jejaknya di blog saya
http://rakaraki.blogspot.com/2014/01/kompetisi-blog-kaum-muda-bicara.html
bener sekali! sehingga kita akan mau belajar n bekerja yg terbaik untuk kemakmuran bangsa Indonesia. thank you :)
Hapussebagai generasi muda kita emang musti bisa menghidupkan karakter bapak bangsa kita yang telah berjasa bagi kemerdekaan Indonesia. salut buat bapak bangsa kita. thanks buat post-nya yang menginspirasi. :)
BalasHapusmari kita hidupkan karakter beliau-beliau yaitu pancasila dalam diri kita. ur welcome
Hapusn thank you jg ya.. :)
setiap pemimpin yang memiliki karakter sukarno-hatta inshala akan membawa bangsa ini pada indonesia yang makmur dan sentosa. nice post, keep writing tulisan yang bagus :)
BalasHapusterima kasih. sering2 mampir ya.. hehe
Hapus:D
saya ngefans dengan kedua bapak bangsa ini, saya rasa belum ada satu orang pemimpinpun yang memiliki karakter sehebat mereka. nice post :)
BalasHapusbiarpun menurut kita belum ada, kita semua harus berusaha untuk mencontohnya, van. ma kasih :)
Hapus