Desember 2006 Nawal datang di Jakarta
menjadi keynote speaker pada pembukaan galeri Nasional. Ia membawakan isu
perempuan penulis didalam masyarakat yang dikuasai sistem kapitalis dan patriarkat. Baik ditingkat lokal maupun
global, hambatan sosial, ekonomi, budaya, agama dan seksual yang dihadapi
perempuan penulis, serta efek meningkatnya kekuatan kelompok politik keagamaan
pada perempuan penulis. Dalam pertemuan Women
Playwrights Internasional (WPI) tersebut, Nawal juga membagi pengalamannya
ketika harus menjalani hukuman penjara dalam pemerintahan Presiden Anwar Sadat
dan 2 bukunya dilarang terbit.
Nawal El-Sadawi lahir di desa
Kafr Tahla, sebuah dataran rendak di Mesir pada tahun 1931. Nawal dilahirkan
sebagai anak kedua dari 9 bersaudara, 6 diantaranya perempuan. Sejak kecil ia
sudah berani “memberontak”, karena merasa ada yang salah didalam keluarga dan
masyarakat. Yang paling tidak ia sukai sejak ia masih kanak-kanak adalah kakak
laki-lakinya selalu mendapat hak-hak istimewa. Sejak kecil Nawal heran, mengapa
ia dan saudara-saudara perempuannya bekerja lebih banyak, sedang saudara
laki-lakinya tidak. Baginya, pengistimewaan anak laki-laki didalam keluarga itu
tidak adil. “Mereka malas dan saya pandai, mengapa saya harus bekerja lebih
banyak dirumah?” lalu ia menulis surat kepada Tuhan, “Tuhan, Engkaulah
keadilan, kalau Engkau tidak adil, aku tidak siap mempercayai-Mu”. Menurutnya
itu surat pertama yang ia tulis dan tidak pernah ia kirimkan.
Bisa dibilang Nawal adalah
seorang perempuan yang luar biasa. ia bukan saja seorang pengarang, melainkan
juga dosen, dokter, pemikir, serta aktivis sosial. Dan lebih dari itu, ia juga
seorang istri dan ibu yang baik. Keistimewaannya ia tidak pernah berhenti
menulis walaupun bukunya kena sensor dimana-mana. “Saya ini sulit untuk
berbohong. Pengetahuan tidak bisa diubah. Bila Anda mengetahui sesuatu,
bagaimana Anda akan menyembunyikan pengetahuan itu dari diri Anda sendiri?”
katanya.
Menurut Nawal, dewasa ini banyak
orang yang begitu mudah berbohong. Dengan berani ia mengatakan bahwa George W
Bush dan Tony Blair berbohong ketika mengatakan ada senjata pemusnah massal di
Irak. Sebenarnya mereka menyerang karena minyak dan menguasai kawasan itu. Lalu
ia bertanya apa arti “Demokrasi” dan “Hak Asasi Manusia” ynag memberi legitimasi
AS menyerang Irak? Apa arti multikulturalisme ketika malah mengotak-ngotakannya?
apa arti keberagaman yang atas nama itu yang satu bisa menyerang yang lain?
Nawal El-Sadawi sangat
anti-perbudakan, termasuk perbudakan mental dan pikiran. Baginya, ketakutan
adalah bidan lahirnya perbudakan. Ketakutan harus dibongkar dengan menguakkan
selubung pikiran. Menurutnya, perang yang paling mematikan dan berbahaya adalah
perang didalam pikiran. Suatu kampanye untuk melancarkan kontrol dan
menjinakkan akal sehat guna menguatkan kepatuhan.
Taken from: Kisah 40 Perempuan yang Mengubah Dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar