Sangat
disayangkan bila sebuah negara dengan
jumlah penduduk muslim terbesar didunia masih dilanda masalah korupsi. Bahkan
korupsi pula menjadi alasan tak masuk akal bagi pemerintah Australia melakukan
penyadapan terhadap pejabat – pejabat penting Indonesia. Namun, dibalik itu
semua ternyata juga masih ada muslim yang anti korupsi. Siapa sajakah
mereka? dan karakter apa saja yang bisa diteladani?
Kisah Umar bin Abdul Azis (Khalifah Kejayaan Islam)
Umar bin
Abdul Azis merupakan khalifah yang memimpin umat Islam selepas masa Khulafaur
Rasyidin. Namanya terkenal sebagai salah satu pemimpin yang sangat anti korupsi.Umar
bin Abdul Azis masih memiliki hubungan darah dengan Khalifah Umar bin Khattab.
Dari nasab tersebut, dia pun mewarisi sifat-sifat Umar bin Khattab.
Pernah suatu
malam, terdapat seorang utusan gubernur hendak menghadapnya. utusan itu
mengetuk pintu dan dibukakan oleh pelayan. Kepada sang pelayan, utusan itu
memintanya untuk memberitahukan kedatangannya kepada Umar. “Sampaikan kepada
Amirul Mukminin. Utusan gubernur ingin menghadap,” kata utusan itu. Pelayan
kemudian menyampaikan hal itu kepada Umar. Sang Khalifah pun menyuruh pelayan
mempersilakan masuk. “Biarkan dia masuk,” kata Umar kepada pelayan.
Terjadilah
percakapan antara kedua orang ini. Umar banyak bertanya tentang bagaimana
kondisi pemerintahan, kabar masyarakat, penunaian hak masyarakat, dan lain
sebagainya. Semua pertanyaan itu dapat dijawab oleh sang utusan gubernur dengan
sangat baik. Lalu, utusan gubernur itu balik bertanya kepada Umar. “Bagaimana
kabar Anda, wahai Amirul Mukminin? kabar keluarga Anda? Bagaimana pula kabar
pegawai yang menjadi tanggung jawab Anda?” tanya si utusan.
Mendapat
pertanyaan itu, Umar langsung meniup lilin hingga ruangan menjadi gelap.
Kemudian, dia berkata, “Pelayan, nyalakan lampunya.” Si pelayan kemudian
menyalakan lampu yang memiliki penerangan sangat redup.Tindakan Umar menarik
perhatian si utusan gubernur itu. Dia kemudian berkata kepada Umar, “Wahai
Amirul Mukminin, saya melihat Anda melakukan perbuatan yang belum pernah Anda
lakukan.”“Apa itu?” tanya Umar. “Mematikan lilin ketika saya bertanya tentang
keadaan Anda dan keluarga. Mengapa Anda melakukan hal demikian?” tanya si
utusan.
Umar pun
menjawab pertanyaan itu. “Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan tadi adalah
harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika saya bertanya kepada Anda tentang
urusan pemerintahan, maka lilin ini dipakai untuk kemaslahatan umat. Tetapi,
ketika Anda bertanya soal kondisi saya pribadi, maka saya menyalakan lampu ini.
Lampu ini milik pribadi saya, minyaknya pun saya beli dari penghasilan saya,”
kata Umar. Dari kisah tersebut dapat memberikan pandangan kepada kita betapa
pentingnya kejujuran dan bagaimana berhati-hati dalam menggunakan fasilitas
negara untuk menjauhi praktek korupsi.
Kisah Pak Budi (Memilih menjadi Sopir Travel)
Selain kisah
inspiratif pada masa kejayaan Islam ini, masa kinipun juga masih banyak muslim
yang anti korupsi. Salah satu diantaranya adalah seorang yang saya temui ketika
saya melakukan solo travelling di kota Jogja, pak Budi namanya. Pak Budi adalah
seorang sopir travel antar kota yang dulunya seorang staf PNS disalah satu
kecamatan di propinsi Jogja. Dia memilih sopir sebagai profesinya sekarang
bukan karena dia korupsi, namun karena memiliki seorang pemimpin yang korupsi.
Ya, seorang Camat yang seharusnya memberi contoh bawahannya untuk jujur tapi
malah memaksa mengikuti jejaknya untuk berkorupsi.
Menurut
cerita pak Budi ini, dia sudah tidak tahan dengan pekerjaannya yang seharusnya
cukup melaporkan pengeluaran dana daerah secara apa adanya. Tetapi pada
kenyataannya pak Camat yang korup ini memaksa dia melakukan mark-up data. Karena tidak sesuai dengan hati
nuraninya, Pak Budi tetap pada pendiriannya dengan mengerjakan laporan apa
adanya. Tentu saja perbuatan ini dianggap pak Camat sebagai pembangkangan
kepada dirinya dan membuatnya marah. Akibat hal ini pak Camat merekayasa sebuah
pelanggaran untuk menjatuhkan nama pak Budi sebagai teladan. Dengan membuat
keluhan atau pernyataan bahwa pak budi adalah seorang pegawai yang sering tidak
melaksanakan tugas, sering telat, tidak disiplin dan sebagainya. mengetahui
dirinya difitnah dengan cara yang tidak adil, pak Budi pun protes pada pak
Camat, namun pak Camat dengan otoritasnya menjawab “memang apa yang akan kamu
lakukan?”
Pertanyaan
ini menyentak Pak Budi. Toh pada kenyataannya dia hanya seorang bawahan yang
harus mengikuti perintah atasan. Namun disaat bersamaan bagaimana bila perintah
atasannya adalah menyuruhnya berbuat korupsi yang notabene dia tidak menikmati.
Apa lagi berlawanan dengan hati nurani? Dengan pemikiran yang mendalam dan
setelah berdiskusi dengan sang Istri, pak Budi akhirnya memutuskan untuk
berhenti secara hormat dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri. Sebelum meninggalkan pekerjaan lamanya itu,
pak Budi sempat menceramahi mantan atasan itu yang membuat pak Camat merah
telinganya. Toh, apa lagi yang harus ditakutkan? Pak Camat sudah bukan
atasannya lagi. Tidak ada ancaman baginya dipecat kalau-kalau membuat pak Camat
meradang karena sudah mengundurkan diri dengan hormat.
Singkat
cerita, Pak budi mendapatkan pekerjaan baru. Namun disisi lain terdengar kabar
bahwa pak Camat dimutasikan ketempat yang lebih pelosok. Karena kejujuran dan
keberanian pak Budi, anehnya Camat yang baru mengajaknya kembali bekerja ke
kantor yang lama dengan pemimpin yang berbeda. Namun apa tanggapannya? Dia
memilih pekerjaannya yang sekarang sebagai seorang sopir. Padahal dia menjadi
PNS bukan setahun atau 2 tahun saja, tapi 10 tahun lamanya. Tahu kenapa?
Bukan
masalah profesinya apa? tapi yang penting rezekinya. Pada kenyataannya,
meskipun pak Budi sudah bukan PNS lagi, tapi dia bilang rezekinya setara dengan
PNS bahkan bisa lebih. Untuk apa menjadi PNS hanya karena profesi yang
mentereng dan disegani masyarakat, namun dalam prakteknya malah mengerogoti
kemakmuran rakyat? Tentu hal ini sangat kontras dengan fenomena orde baru yang
banyak sekali orang demi menjadi PNS malah melakukan penyuapan. Sehingga
setelah diangkat akan melakukan korupsi untuk mengembalikan “modal” bahkan kalau perlu merampok negara untuk kepentingan
sendiri.
Kisah Abraham Samad (Masa
Kecil Ketua KPK)
Yang
tak kalah inspiratif adalah kisah masa kecil ketua KPK saat ini yaitu Abraham Samad.
Dalam sebuah talkshow di salah satu stasiun TV swasta ia bercerita tentang
pengalamannya membawa sisa kapur dari sekolah. Suatu hari sisa kapur yang
dibawanya pulang masih utuh panjang dan belum dipakai oleh gurunya. Ketika si
Abraham kecil ini hendak menggunakan kapur tersebut untuk mencorat-coret, sang
ibu melihatnya. Ditegurlah ia “ hai, nak.. dari mana kamu mendapatkan kapur
itu?” dijawabnya “Ini kapur sisa guru mengajar.” Ibunya bertanya kembali “apakah
kau sudah bilang sama gurumu.” “Tidak,bu. Aku mengambilnya ketika kelas sudah
selesai dan guru sudah pulang.” Jawab si Abraham. Ibunya langsung menyahut “ Jangan
kau gunakan lagi. Besok kembalikan kepada gurumu dan minta maaflah.” Si Abraham kecil pun menurut pada ibunya.
Pengalaman
inilah yang sampai sekarang selalu pak Abraham ingat yaitu ajaran dari ibunya
tentang pentingnya makna kejujuran walaupun hanya sebatang kapur. Hal ini pula yang memotivasinya untuk mengajukan
diri menjadi ketua KPK menumpas korupsi walaupun banyak hambatan dimana-mana. Dari
ajaran disiplin seorang ibu yang memegang prinsip kejujuran untuk anak-anaknya
biarpun masih kecil dan sebuah hal kecil. Baik sadar maupun tidak, seperti ibu
Abraham Samad, telah berarti banyak membentuk karakter kuat seorang anak untuk
anti terhadap korupsi. Dimana kelak dapat melahirkan pemimpin besar dengan
prestasi yang membanggakan dengan tetap memegang prinsip kejujuran.
Ketiga
muslim diatas hanyalah segelintir orang jujur anti korupsi yang patut
untuk kita teladani. Meskipun dalam jumlah yang sama mungkin dengan kekuasaan
yang lebih besar masih ada “muslim” lain yang bertindak korupsi. Namun apakah
pantas mengaku muslim jika masih menganggap korupsi adalah sebuah tradisi?
Mari kita berpikir lagi ketika ingin berbuat curang. Karena korupsi dalam agama
manapun juga pasti akan dilarang. Itulah sebabnya sebagai muslim kita harus
membentengi diri dengan iman memegang prinsip Aswaja dan terus belajar Islam.
Salah satunya melalui Website resmi Nahdlatul Ulama Searh Engine Islam
Tepercaya www.aswajanu.com
Sedangkan
tentang mengapa kasus korupsi masih melanda negeri ini? Dalam sebuah twitter,
suatu ketika ada yang bertanya pada Gus Solah (Solahudin Wahid), ulama besar Indonesia seperti kakaknya Gus Dur, “
Gus, Indonesia sebagian besar beragama Islam tapi mengapa korupsi merajalela?”
dengan santai Gus Solah me-reply “ yang pada korupsi itu adalah orang Indonesia
yang kebetulan Islam”. Insya Allah yang
dimaksud Gus Solah bukan termasuk kita ya sahabat muslim.. wallahu a’lam bissawab
syukron, artikel bagus. Ditunggu silaturahminya ukhti.
BalasHapusjazakillah, akhi..
BalasHapusinshala :)