Saya bertanya dalam diam “kapankah di Indonesia ini
semuanya bisa sehat?” mungkin pertanyaan ini bukan hanya milik saya, tapi kita
semua yang prihatin dengan kondisi kesehatan bangsa ini. Terlebih ketika
melihat problem kesehatan gizi buruk, tingkat kematian ibu melahirkan yang
tinggi, terbatasnya fasilitas kesehatan pemerintah, mahalnya pelayanan medis,
juga rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan kesehatannya
sendiri. Dan tentu masih banyak problem kesehatan lain yang menjadi PR bagi
negara. Padahal, bila semua orang
ditanya apa yang paling berharga dalam hidup agar sejahtera? Tak sedikit orang
yang akan menjawab “kesehatan”. Lalu, kapan, siapa, dan langkah kongkrit apa yang bisa menjawab pertanyaan saya ini?
(Sumber: gizikia.depkes.go.id) |
Tahun 2015 adalah waktu target
tercapainya komitmen program MDGs (Millennium Development Goals) yang merupakan program untuk menanggulangi masalah kesejahteraan negara Indonesia termasuk didalamnya aspek kesehatan.
Program
ini mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk
dicapai pada tahun 2015 mendatang. Deklarasi
Milenium ini adalah hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari
189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) termasuk Indonesia. Target utamanya
tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Deklarasi tersebut
berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai
8 buah tujuan pembangunan dalam Milenium ini, antara lain :
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan
penyakit menular lainnya
7. Memastikan kelestarian lingkungan
hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Dari kedelapan tujuan MDGs diatas bisa kita lihat bahwa 3 diantaranya menyangkut masalah kesehatan yaitu pada poin 4, 5, dan 6. Tetapi menurut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pesimistis Millenium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan bisa tercapai pada 2015. Betapa tidak, dari item-item bidang kesehatan yang harus dicapai sampai Oktober 2012, hanya satu yang sudah tercapai yaitu pemerintah berhasil mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan kasus baru tuberkulosis (Tb). Sedangkan item lainnya yang belum tercapai yakni penurunan prevalensi balita kekurangan gizi; penurunan angka kematian bayi dan balita; pengendalian dan penyebaran kasus baru malaria; penurunan angka kematian ibu melahirkan; serta pengendalian dan penurunan jumlah infeksi baru HIV.
Pesimisme Menkes ini bukan tanpa alasan, Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Pelayanan Kesehatan dari Pemerintah
Terlepas dari
target MDGs yang sangat sulit dicapai dalam kurun waktu 2 tahun mendatang yaitu
tahun 2015 karena faktor beban hutang yang besar. Pemerintah sebenarnya telah
mengupayakan program bantuan kesehatan yang dapat dijangkau seluruh rakyat.
Dalam memenuhi kebutuhan layanan dasar kesehatan, pemerintah menjamin agar
masyarakat mendapatkan layanan kesehatan dengan baik sesuai dengan haknya, hal
ini di atur dalam amanat Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sebagai contoh adalah Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang sampai hari ini sedang digulirkan. Bahkan, mulai 1 Januari 2014 mendatang jamkesmas tersebut akan digantikan oleh JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). JKN nantinya akan menjangkau semua penduduk, tidak terkecuali warga asing harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu. Sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.
Sebagai contoh adalah Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang sampai hari ini sedang digulirkan. Bahkan, mulai 1 Januari 2014 mendatang jamkesmas tersebut akan digantikan oleh JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). JKN nantinya akan menjangkau semua penduduk, tidak terkecuali warga asing harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu. Sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.
Dengan
demikian, apakah JKN dapat meng-cover
semua kebutuhan rakyat terhadap akses kesehatan? Ternyata tidak semudah itu.
Pada kenyataannya seperti halnya Jamkesmas, JKN masih memiliki catatan kepada
masyarakat yang ingin menikmati fasilitas ini. Terlebih bagi orang-orang yang
dinyatakan sebagai orang miskin. Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN
bersifat komprehensif namun masih ada yang dibatasi, yaitu kaca mata, alat
bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda dan
korset). Sedangkan yang tidak dijamin meliputi:
-Tidak sesuai prosedur
-Pelayanan diluar Faskes Yg bekerjasama dng BPJS
-Pelayanan bertujuan kosmetik
-General check up, pengobatan alternatif
-Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi
-Pelayanan Kesehatan Pada Saat Bencana
-Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk
Menyiksa Diri Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba
Catatan-catatan tersebut yang seringkali dalam praktiknya timbul
kesenjangan, terutama prosedur – prosedur yang membuat pasien kerepotan sehingga
tidak segera mendapat penanganan seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya
dengan Jamkesmas. Hal ini masih sulit dielakkan selama negara hanya berfokus
pada solusi praktis. Solusi praktis ini saya maksudkan adalah solusi yang hanha
bersifat permukaan atau dalam hal ini hanya pelayanan saja yang langsung
diterima oleh pasien. Selama negara tidak melihat masalah dan solusinya secara
global maka lingkaran setan kemiskinan dan minimnya kesehatan akan terus
berlanjut.
Memang,
merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) bahwa pemerintah menjamin agar masyarakat mendapatkan
layanan kesehatan dengan baik sesuai dengan haknya, adalah sebuah kewajiban dan
cita-cita yang mulia. Namun, mengingat hutang negara yang masih sangat besar,
apa lagi dibebani tujuan-tujuan MDGs yang masih jauh dari harapan, dan tindak
praktek korupsi yang belum terselesaikan. Tentu negara dalam ancaman
kebangkrutan bila tidak melakukan terobosan. Dalam skala dunia kesehatan di
Indonesia saja, kita bisa lihat bahwa sarana dan prasarana
kesehatan di Indonesia masih bergantung dengan komoditi impor. Obat-obatan,
vaksin, vitamin masih sebagian kecil yang diproduksi sendiri. Ditambah dengan
sangat mahalnya biaya dalam menempuh pendidikan medis terutama pendidikan
dokter. Lengkaplah sudah faktor-faktor
pendukung yang mengakibatkan kesehatan mendapat predikat sebagai “barang
mewah”.
Dengan predikat tersebut seolah menjadi
pembenaran bagi istilah “Orang
Miskin Dilarang Sakit“. Kemiskinan
pula yang menjadi sebab sekaligus akibat orang miskin mudah sakit. dalam
tulisan saya sebelumnya ParadigmaKesehatan : Hygea dan Asklepios menjabarkan dua cara pandang terhadap
kesehatan yaitu preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan) untuk
memperoleh kesehatan yang paripurna. Sayangnya, dalam kasus untuk orang miskin
identik dengan kebodohan yang tidak mengerti cara mencegah dan tidak punya uang
untuk mengobati. Karena kemiskinan dan kebodohan, Kaum dhuafa / miskin menjadi
pasif terhadap perhatian akan kesehatan disebabkan ketidak-tahuan.
Penanganan Kesehatan Jangka Pendek dan Menengah
Ada 4 hal
yang berdampak langsung dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yaitu :
·
Preventif , tindakan
pencegahan. Berupa menghindari gaya hidup yang tidak sehat, mengatur pola dan
nutrisi makanan, menghindari stres, menjaga kebersihan lingkungan, olah raga, vaksinasi,
dsb
· Promotif, tindakan penyuluhan. Berupa memberikan
sosialisasi pengetahuan tentang penyebab, cara menghindari, merawat suatu
penyakit terhadap masyarakat umum.
· Kuratif, tindakan pengobatan. Hal ini
yang biasa dimaksudkan dengan kesehatan secara umum. Tindakan penanganan dari
tenaga medis saat mengalami sakit tidak bisa dihindarkan lagi.
· Rehabilitatif, tindakan
pemulihan. Tindakan ini merupakan tindak lanjut dari kuratif seperti contohnya
untuk orang-orang selepas operasi, rawat jalan, terapi untuk mengembalikan
stamina tubuh.
Penanganan Kesehatan Jangka Panjang
Perhatian kesehatan
jangka panjang saya pandang secara global untuk perawatan sustainable dan tidak
terputus adalah melalui beberapa cara berikut:
- Memproduksi Peralatan Medis sendiri, Seperti yang telah saya sebutkan bahwa yang membuat kesehatan menjadi “barang mewah”, tak jarang menjadi sebuah komoditas adalah berbagai faktor pendukung seperti alat kesehatan dan obat-obatan yang masih terlalu bergantung pada produk impor, serta mahalnya pendidikan untuk tenaga medis. Tidak cukup dengan asuransi kesehatan yang pada praktiknya masih ada kekurangan, menurut saya bukan suatu hal yang mustahil bila negara membentuk suatu BUMN untuk bisa mengembangkan dan memproduksi alat keperluan kesehatan sendiri, terutama alat teknis penunjang pengobatan. Misalnya transfusi darah, darah dari donor melalu PMI gratis, tapi ketika sampai kepada korban yang membutuhkan minimal bisa mencapai lebih dari 250 ribu per 250 cc. Hal ini disebabkan harga kantung darah saja sudah mahal apalagi, biaya-biaya yang lain mulai dari pemrosesan, penyimpanan, dan sebagainya.
- Memaksimalkan Produksi Obat dan Alternatifnya, Peningkatan kualitas dan kuantitas dalam dunia farmasipun juga perlu ditingkatkan. Mengingat dunia farmasi tak dapat terpisahkan dari dunia kesehatan kuratif. Daripada memberi subsidi harga obat dengan cara memangkas harga jual ketika akan dijual pada konsumen. Akan lebih baik jika subsidi diberikan kepada produsen farmasi untuk memangkas biaya produksi sehingga menyebabkan harga jual obat bisa murah ditangan konsumen. Disaat bersamaan himbauan saya bahwa dunia farmasi juga tidak terlalu bergantung pada bahan dasar kimia untuk menciptakan obat-obatan. Dalam Kelestarian Jamu sebagai Warisan Dunia Ada di Tangan Kita, saya menjabarkan manfaat - manfaat bahwa tidak ada salahnya menggunakan jamu sebagai pendukung pengobatan kuratif bila dapat mengolah dengan cara modern.
- Subsidi Biaya Pendidikan Kesehatan, tidak kita pungkiri bahwa menempuh pendidikan untuk menjadi dokter berbeda dengan profesional lain seperti guru atau pengacara yang untuk memperoleh gelarnya secara paripurna cukup 4 sampai 5 tahun dengan biaya standard yang masih bisa dijangkau oleh ekonomi menengah. Tapi dokter, memerlukan waktu hingga 6 sampai 7 tahun dengan biaya pendidikan yang bisa mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini juga menjadi faktor pendukung mengapa kesehatan menjadi sangat mahal. Bila biaya pendidikan dalam jenjang ini bisa ditekan atau minimal pemberian beasiswa untuk meringankan, maka diharapkan bisa menimbulkan dampak signifikan terhadap pelayanan kesehatan menjadi lebih murah.
Hal diatas
hanya beberapa pandangan saya untuk turut berkontribusi terhadap kemajuan dunia
kesehatan Indonesia. Yang saat ini bukan hanya tidak dapat dijangkau
oleh orang miskin namun kadang bisa memiskinkan orang yang agak kaya. Sebab banyak
kasus seperti ini yang terjadi disekitar saya baik kerabat maupun tetangga. Untuk
itulah hal tersebut mesti menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah atau
swasta. Karena tangung jawab memberikan layanan kesehatan yang bermutu bukan
hanya dari pihak pemerintah, namun turut serta ada kerjasama dari pihak swasta
baik individu, korporasi atau LSM.
Kontribusi Masyarakat dalam Dunia Kesehatan
Saya salut
membaca dan melihat video profil, Layanan
Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa yang turut andil memberikan layanan
kesehatan gratis bagi masyarakat dhuafa. Hingga saat ini tercatat lebih 25.000
Kepala Keluarga yang telah terdaftar untuk mendapatkan haknya. Terlebih dananya
berasal dari dana Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf (ZISWaf) dan kerja sama
dengan berbagai perusahaan melalui program CSR. Dengan komitmen untuk
memberikan layanan kesehatan yang Ramah, Amanah dan Profesional menunjukkan
bahwa kinerja yang diberikan jauh dari motif materi, namun kemanusiaan,
ketulusan, dan keimanan.
Gerakan masif
masyarakat layaknya Dompet Dhuafa yang menghadirkan LKC ditengah keterpurukan
ekonomi masyarakat terutama bagi kaum dhuafa adalah seperti oase dipadang
pasir. itulah sebabnya Sosialisasi Dompet Dhuafa sendiri bagi kaum ekonomi
menengah keatas sangat penting, mengingat masih banyak dari mereka yang salah
menyalurkan rezeki kepada pengemis-pengemis yang malah lebih kaya dari seorang
pekerja. Sehingga malah menciptakan masalah baru yaitu menciptakan mental malas
dan mental miskin.
Semoga dengan Hari Ulang Tahun LKC Dompet Dhuafa ke 12 ini, Dompet
Dhuafa dan LKC menjadi spirit bagi kesehatan Indonesia yang lebih baik. Dan pertanyaan
saya dalam judul blog “Kapan di Indonesia semuanya Bisa Sehat?”, Bisa segera
terjawab. Karena sehat adalah milik kita
semua.
mulai hiddp sehat :) ..
BalasHapusterima kasih sudah berbagi .
yuk mari :))
BalasHapussama-sama :)