Alkisah tinggallah seorang ibu
bersama anak laki-lakinya di dekat istana kerajaan.
Mereka adalah orang miskin yang tinggal di dekat kerajaan. Baginda raja tak
keberatan dengan keadaan mereka. Bahkan raja yang sangat baik hati dan
bijaksana itu mengizinkan rakyatnya berkunjung ke istana kapanpun mereka mau.
Halaman istanapun diperbolehkan dipakai anak-anak untuk bermain setiap hari.
Anak laki-laki itu masih kecil,
umurnya sekitar 7 tahun. Ia adalah seorang anak laki-laki yang cukup tampan.
Ibunya pun tak melarangnya bermain ke halaman istana meski mereka tergolong orang
yang sangat miskin. Ibunya bekerja tak tentu terkadang membantu mencuci baju,
mencuci baju, menanam padi, atau pekerjaan-pekerjaan lain.
Sementara itu, halaman kerajaan
selalu ramai karena anak-anak bermain disana. Anak-anak membawa mainan mereka
masing-masing. Ada yang bagus, ada juga yang membuat mainannya sendiri. Sianak
miskin itu juga membawa mainannya yaitu seekor nyamuk yang diikatkan pada
seutas benang. Itulah mainan kesukaannya.
Setiap hari anak itu membawa
nyamuk mainannya kemanapun ia pergi. Saat itu ia juga membawanya kehalaman
istana kerajaan. Namun, tanpa terasa hari su hambdah gelap. Anak ini ingin
menitipkan nyamuknya. “Baginda raja, bolehkah menitipkan nyamuk kesayangan
hamba?” kata anak itu kepada Baginda Raja. Tentu anak kecil, ikatkan saja
ditiang disamping istana,”jawab Baginda Raja.Nyamuk itupun diikatkannya pada
sebuah tiang disamping istana, kemudian ia berpamitan pulang kerumah.
Hari berikutnya ia berpamitan
kepada ibunya untuk bermain lagi ke istana. Ibunyapun menanyakan nyamuk
kesayangannya. “Nak, dimana nyamuk kesayanganmu?” tanya ibunya. “Ibu kemarin
aku bermain terlalu larut hingga
sehingga nyamuk itu kutitipkan kepada Baginda Raja.” Jawabnya.
Anak itu pergi kehalaman istana.
Kali ini ia hendak mengambil nyamuk kesayangannya, namun nyamuk itu sudah tak
ada disana. Hanya benangnya yang masih terikat ditiang itu. “Apa nyamukku lepas
ya? Ah tidak mungkin. Pasti nyamukku dimakan ayam jantan itu!” katanya lagi.
Didekat tempat itu ada seekor
ayam jantan milik Baginda Raja. Anak itupun menanyakan kepada para pembantu
istana yang tengah berada disana. Mereka menceritakan bahwa ayam jantan itu
memang telah memakan seekor nyamuk yang diikatkan ditiang disamping istana.
Anak kecil yang bersedih itu kemudian mengadu kepada Raja.
“Baginda Raja, nyamuk yang hamba
titipkan kemarin telah dimakan ayam jantan milik Baginda,” katanya. Akhirnya
Baginda Rajapun memberikan ayam jantannya kepada anak kecil itu. Anak itu
sangat berterimakasih kepada baginda atas kebaikannya. Kemudian ia kembali
bermain dengan membawa ayam jantan miliknya. Sayangnya, ayam itu lepas. Anak
itu tak sanggup menangkapnya dan ia tak tahu kemana ayamnya lari.
Setelah lama ia mencari-cari,
tampaklah ayam jantan itu telah mati ditempat para perempuan istana sedang
menumbuk padi. Anak itu kemudian bertanya kepada mereka “Apa yang terjadi
dengan ayamku?” tanyanya sambil menangis memegangi ayamnya yang sudah mati.
Maafkan kami anak kecil, ayam itu memakan banyak beras disini dan ia tak mau
pergi ketika kami berkali-kali mengusirnya. Karena kami kesal, kami pukul ayam
itu dengan alu. Benar, bukan maksud kami untuk membunuhnya. Kami hanya ingin
mengusirnya,” jelas para perempuan itu.
Maka anak itu kembali memberi
tahu Baginda Raja. Baginda Raja tidak marah karena para perempuan itu juga
berkata demikian kepada Raja. Maka diberikannya alu itu karena elah membuat
ayam jantan itu mati.
Anak itu kembali berterimakasih
kepada Baginda Raja. Dan hari ini ia kembali bermain. Sekali lagi ia ia
kemalaman dan menitipkan alu itu kepada Raja. “Letakkan saja dibawah pohon
nangka itu! Perintah raja kepada anak itu.
Siang harinya anak itu meilhat
lesungnya sudah patah tertimpa buah nangka. Ia melapor lagi kepada Baginda Raja
dan bagindapun memberikan nangka itu sebagai gantinya. Hari sudah gelap, ia
kembali menitipkan buah nangka itu kepada Baginda Raja. “Ya, letakkan saja
disamping pintu dapur,” kata Baginda Raja. Kemudian, ia pulang.
Di kerajaan, putri Raja yang
sebaya dengan anak itu mencium bau harum nangka matang. Ia pikir pembantunya
sedang menyimpan nangka itu. Dicarinya nangka itu sampai ketemu. Putri Raja itu
sangat ingin segera mencicipinya. Kemudian, diambilnya sebuah pisau dan
dibelahnya nagka itu. Buah itu dimakannya dan dibagi-bagikannnya sampai tak
tersisa.
Keesokan harinya, anak kecil itu
tak menemukan nangkanya. Yang ada hanya kulit dan bijinya saja. Anak itupun
melapor kembali kepada Raja. Karena Baginda Raja adalah orang baik dan
bijaksana, ia tak sedikitpun memarahi anak itu. Malahan, Baginda Raja tersenyum
mendengar cerita yang tampak lucu itu. Mau tidak mau Raja harus menyerahkan
putrinya kepada anak kecil itu.
Anak kecil itupun kembali
berterimakasih kepada Baginda Raja. Namun, saat itu ia belum tahu apa arti
dijodohkan. Ia hanya yahu bahwa akan memberinya hadiah yang sangat berharga
kelak setelah ia sudah dewasa nanti.
Singkat cerita, setelah dewasa,
mereka berdua akhirnya dinikahkan. Sang ibu ikut senang melihat anaknya bisa
menjadi menantu baginda Raja dan mereka bisa tinggal dikerajaan. Benar-benar tak terpikirkan oleh ibu-anak itu
bahwa mereka akan sangat beruntung.
(Cerita Rakyat dari Kalimantan
Selatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar